Salah satu dari suku Notai, suku nomaden yang berkelana di Freljord, Nunu belajar dari ibunya, Layka, di balik segala hal
terdapat sebuah cerita. Bersama-sama, mereka mengumpulkan kisah yang
diubah Layka menjadi lagu. Bagi Nunu, tidak ada yang menyamai serunya
berjalan dari desa ke desa, sambil mendengar ibunya menyanyikan para
pahlawan kuno. Dengan musik dan tarian, kaum Notai mengadakan satu
perayaan terakhir pada siapa saja yang mereka temui, saat dinginnya
musim beku mulai tiba.
Mengendarai gelombang
dingin yang keluar dari sayap Anivia, hatinya berdetak dengan ritme lagu
yang gembira, dunia Nunu memiliki begitu banyak peluang..
Di
hari penamaan kelimanya, Layka memberi Nunu hadiah spesial: sebuah
suling, agar dia bisa memainkan melodi itu sendiri. Di dalam keamanan
kereta, mereka berdua bernyanyi bersama mengikuti senar yang memainkan
lagu kesukaan Layka, merekam semua tempat yang pernah mereka lalui
bersama, dan tahun-tahun terus berlalu.
Ketika
karavannya diserang perompak, Nunu terpisah dengan ibunya. Dia dibawa ke
tempat aman oleh sekelompok Frostguard, anak-nak suku Notai yang
selamat dibawa ke desa terdekat di dekat kota besar mereka. Nunu
penasaran dengan apa yang terjadi pada Layka, dia menunggu untuk
mendengar lagunya di antara angin.
Salju turun. Beberapa pekan berlalu.
Nunu sangat merindukan ibunya, tetapi para Frostguard memastikan tak
ada anak yang mampu mencarinya dengan aman. Mereka bahkan tidak terkesan
saat dia menunjukkan suling yang kini dia namakan Svellsongur— nama pedang agung yang hanya ada di dalam imajinasinya.
Nunu
semakin sering menyendiri, melarikan diri ke dalam lagu-lagu
ibunya—legenda dan pahlawan kuno. Dia mendambakan dirinya menjadi salah
satu pahlawan itu, seorang pejuang seperti Frostguard, yang mampu
menyelamatkan ibunya. Dia bahkan bertemu pemimpin mereka, Lissandra,
yang terus bertanya tentang kisah-kisah ibunya, dia selalu mencari
informasi tentang satu lagu khusus.
Tak ada
yang percaya Nunu mampu menjadi pahlawan, bahkan anak-anak suku Notai
lainnya, mereka menggoda sulingnya ketika mereka kini memiliki pisau.
Tapi Nunu memahami lagu di dalam hatinya, dan di satu malam, dia harus
membuktikan dirinya dan mendapatkan bantuan Frostguard untuk mencari ibunya.
Dari
Lissandra, dia mempelajari seekor monster kejam yang membunuh seseorang
yang menginginkan kekuatannya, mengalahkan setiap Frostguard yang
dikirim setiap tahunnya, tanpa bisa kembali. Ada satu lagu yang
dinyanyikan ibu Nunu… apakah itu lagu yang selalu ditanyakan Lissandra?
Tiba-tiba, Nunu mengerti. Lissandra ingin tahu tentang yeti itu.
Nunu dapat menamai monster itu. Hal itu akan menjawab tantangannya, dan merasakan amarah Svellsongur!
Menggunakan sulingnya untuk menjinakkan kawanan elkyr, Nunu menyelinap
ke dalam salju. Seorang anak berkelana untuk menghadapi seekor monster,
dia akhirnya menjalani legenda yang bahkan tak bisa dia bayangkan.
Sebuah
ras kuno dan mulia yang dahulu menguasai pegunungan Freljord, peradaban
yeti hancur akibat malapetaka es. Terpaksa menyaksikan kaumnya menjadi
liar setelah kehilangan sihirnya, satu yeti bersumpah melindungi
kekuatan mereka yang tersisa—sebuah permata yang menyimpan impian beku
manusia yang berada di dekatnya.
Sebagai yeti sihir
terakhir, sang perjaga itu juga dibentuk oleh kecerdasan. Meski dia
telah dipilih untuk menjaga sihir itu hingga dibutuhkan kembali, dia tak
bisa menemukan wadah yang pantas. Pria yang sebelumnya pernah mengusik
reruntuhan rumahnya hanya memiliki kejahatan di dalam hatinya … maka
monster itu membalas mereka dengan taring dan cakar.
Tapi sang penjaga tahu dia melupakan sesuatu. Namanya … dan nama mereka yang dia sayangi…
Dahulu, terdapat sebuah lagu.
Semua
itu berubah ketika Nunu memasuki reruntuhan itu. Setelah ratusan tahun
penjagaan yang berhasil, monster itu telah siap mengakhiri nyawa anak
lelaki itu, dia tergerak ketika merasakan ada manusia yang mendekat.
Secara
tidak terduga, permata itu mengeluarkan gambar-gambar pahlawan
mengalahkan naga dan memenggal ular kuno dari pikiran anak lelaki itu.
Anak itu berteriak, mengeluarkan sulingnya seperti pedang yang gagah
berani. Tapi tiupannya tidak pernah datang, karena anak lelaki itu juga
melihat gambar pahlawan-pahlawan mengelilinginya, dia memahami kebenaran
melebihi lagu yang dinyanyikan ibunya…
Ketika dia memandang penjaga itu, dia bukan melihat monster. Dia melihat seseorang yang membutuhkan teman.
Masih mengamuk, yeti itu tidak mengira akan terkena bola salju pertama di wajahnya. Atau bola kedua. Pertarungan bola salju !
Dengan amarah, kemudian terkejut, lalu bahagia, penjaga itu ikut
bermain, dibentuk bukan oleh rasa takut, tapi imajinasi anak kecil. Dia
menjadi semakin berbulu dan bersahabat. Raungannya berubah menjadi suara
tawa.
Hingga secara tidak sengaja makhluk itu mematahkan suling anak itu.
Saat anak itu mulai menangis, sang penjaga merasakan kesedihan keluarga
mulai terbentuk di sekitar permata itu. Selama ratusan tahun, dia
melihat ke sana dan melihat kematian kaumnya — ancaman yang telah mereka kubur, pengkhianatan si buta —dan
kini, dia melihat sebuah caravan yang terbakar. Dia mendengar suara
terbawa angin. Dia merasakan hal lain di dalam anak lelaki itu, sesuatu
yang belum pernah dia rasakan dari manusia, bahkan tidak dari tiga
saudari yang dahulu mendatanginya. Itu adalah rasa cinta, yang melawan
kesedihan.
Di saat itu, sang penjaga memahami
harapan satu-satunya Freljord sudah berada di dalam diri anak ini. Sihir
yang dia jaga selama ini hanyalah alat; hal yang benar-benar penting
adalah hati yang membentuknya. Dengan gestur, sihir beralih dari permata
ke dalam anak itu, memberinya kemampuan untuk mengubah imajinasinya
menjadi nyata. Untuk memperbaiki sulingnya, membekukannya di dalam mimpi
yang kemudian mengeraskannya menjadi True Ice.
Membayangkan seorang sahabat bernama “Willump.”
Melarikan
diri ke tebing Freljord, hati Nunu dan kekuatan Willump kini menjadikan
pasangan itu dapat melakukan segala hal yang tak bisa mereka lakukan
sendirian: untuk bertualang! Mengikuti lagu-lagu ibu Nunu, mereka
berguling dengan liarnya dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan
harapan ibunya masih ada di luar sana.
Tapi
Willump memahami dengan adanya sihir dan harapan terdapat pula tanggung
jawab. Suatu hari permainannya akan berakhir, saat es hitam di jantung
Freljord meleleh, dan meleleh lagi …
Diberkati dengan otot yang kuat dan jiwa pemberani serta kumis yang dibiarkan tumbuh begitu saja, Braum begitu sangat dicintai oleh semua orang. Semua orang tahu tentang kekuatan legendaris yang dimiliknya, membawa keadilan ke dalam senyumannya. Diberkati dengan sebuah tameng besar dan berat yang selalu dia bawa, dia berkeliling dunia membawa kebaikan pada teman dan juga musuh.
Kisah braum
KUBURAN ANAK TROLL
”Mau mendengar cerita sebelum tidur?”
”Nek, aku bukan anak kecil lagi.”
”Tidak apa-apa kok.”
Gadis itu dengan berat hati naik ke tempat tidur dan
mendengarkan. Dia tahu dia tidak bisa melawan perintah neneknya. Angin
dingin sedang berhembus di luar, memutar-mutar butiran salju seperti
pusaran.
”Cerita tentang apa ya? Bagaimana kalau cerita tentang si Penyihir Es?” tanya neneknya.
”Nggak, nggak mau.”
”Bagaimana kalau cerita tentang Braum?” Gadis itu
tidak menjawab. Sang wanita tua tersenyum. ”Ada banyak cerita tentang
dia. Nenekku dulu pernah cerita tentang bagaimana Braum melindungi desa
kita dari serangan naga yang buas! Atau mungkin, cerita saat dia
menghentikan lautan lava! Atau -” Dia berpikir dan meletakkan jarinya
di bibirnya. ”Apa aku sudah pernah menceritakan bagaimana Braum
mendapatkan perisainya?”
Sang gadis menggelengkan kepalanya. Perapian di
dekatnya membara, menahan suhu angin yang dingin dengan kehangatan api
di dalamnya.
”Begini ceritanya. Di gunung di atas desa kita ini, ada seorang pria bernama Braum -”
”Itu aku sudah tahu!”
”Biasanya dia sibuk dengan sawahnya atau mengurus
ternak domba dan kambingnya, namun dia adalah pria paling baik hati yang
pernah ada. Di wajahnya selalu terdapat senyum manis dan tawa bahagia
selalu menghiasi bibirnya.
”Nah, pada suatu hari, terjadi suatu musibah.
Seorang anak Troll yang umurnya tidak jauh beda denganmu – memanjat
gunung itu dan menemukan sebuah gua yang berada di tengah gunung. Pintu
masuknya tertutup oleh pintu batu yang besar dengan serpihan Es Murni di
tengahnya. Saat dia membuka pintunya, dia tidak percaya dengan apa yang
dia lihat. Gua tersebut penuh dengan emas, berlian, harta apapun yang
pernah kamu bayangkan!
”Sayangnya, dia tidak tahu bahwa tempat itu
sebenarnya adalah jebakan. Sang Penyihir Es telah mengutuk tempat itu –
dan saat anak Troll itu masuk, pintu ajaib itu tertutup dan mengunci dia
di dalamnya! Dia berusaha keras, namun apapun yang dia lakukan, dia
tetap tidak bisa keluar.
”Seorang gembala yang kebetulan lewat mendengar
suara tangisannya. Semua orang pun langsung datang untuk membantu, tapi
bahkan prajurit terkuat pun tidak mampu membuka pintu tersebut. Orang
tua dari anak itu juga berada di sana. Suara tangisan ibunya menggema di
seluruh penjuru gunung. Sepertinya tidak ada harapan lagi untuk
menyelamatkannya.
”Tiba-tiba, semua orang dikejutkan oleh suara tawa dari kejauhan.”
”Pasti itu Braum!”
”Kamu pintar sekali! Braum mendengar suara tangisan
mereka dan segera datang ke tempat itu. Para penduduk desa menjelaskan
padanya tentang si anak Troll dan kutukan tempat itu. Braum tersenyum
dan mengangguk, lalu dia memeriksa pintu tersebut. Dia mendorong,
menarik, memukul, dan menendang pintu itu, berusaha menjebolnya dari
engselnya. Namun pintu itu tidak bergerak sedikitpun.”
”Tapi dia kan orang terkuat di dunia!”
”Itu memang sangat membingungkan” jawab neneknya.
”Selama empat hari dan empat malam, Braum duduk di atas batu, mencoba
memikirkan solusi. Bagaimanapun nyawa seorang anak dipertaruhkan di
sini.
”Kemudian, saat matahari terbit di hari kelima,
matanya terbuka dan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jika aku tidak bisa
masuk melalui pintu’ katanya, maka aku harus masuk lewat -”
Sang gadis berpikir; matanya pun langsung melotot. ”- lewat dalam gunung!”
”Benar dari dalam gunung. Braum pun bergegas ke
puncak dan mulai membuat terowongan sendiri dengan pukulan dari kepalan
tangannya. Dia terus menghantam bebatuan, memukuli tembok batu, kepalan
demi kepalan. Sedikit demi sedikit gunung itu pun tertembus dan dia
tidak terlihat lagi saat dia berhasil masuk ke dalam gunung.
”Saat harapan penduduk desa hampir hilang
seluruhnya, tiba-tiba bebatuan di sekitar pintu itu berguncang – dan
saat kabut debunya menghilang, mereka melihat Braum berdiri di atas
tumpukan harta dengan menggendong anak Troll yang lemah namun bahagia
itu di tangannya.”
”Aku tahu dia pasti dapat melakukannya!”
”Namun sebelum mereka sempat bersorak-sorai, tempat
itu mulai berguncang. Terowongan yang Braum buat telah melemahkan bagian
atas gunung dan gua itu mulai longsor! Dia harus berpikir cepat! Braum
pun segera mengambil pintu sihir itu dan mengangkatnya ke atas seperti
perisai. Saat longsornya berakhir, Braum terkejut saat pintu itu tidak
tergores sedikitpun! Braum pun menyadari bahwa itu adalah benda yang
istimewa.
”Dan sejak saat itu, perisai ajaib itu tidak pernah terpisahkan dari Braum.”
Sang gadis duduk dengan tegak. Dia tidak bisa lagi
menahan rasa penasarannya. Neneknya menunggu. Dia pun menghela nafas dan
bangkit untuk pergi.
”Besok ya.” Neneknya tersenyum. Dia pun mencium
keningnya dan meniup lilin di samping tempat tidurnya. ”Sekarang kamu
perlu tidur, masih banyak lagi cerita lainnya.”
Saat
muda, Pyke memulai hidupnya seperti orang Bilgewater lainnya: di
dermaga pemotongan ikan. Setiap harinya, makhluk mengerikan dari laut
dalam dibawa ke sana. Dia dipekerjalam di distrik bernama Bloodharbor,
bahkan ombak tidak cukup kuat untuk menghapus noda merah yang terus
mengalir di lantai kayunya.
Dia menjadi cukup
pandai dengan pekerjaan itu—baik dari segi pekerjaan sadisnyadan bayaran
kecilnya. Terus-menerus, Pyke melihat kantung berat berisi emas
diberikan pada kapten dan kru sebagai ganti bangkai besar yang mereka
bawa telah dipotong-potong untuk dijual. Dia jadi ingin lebih dari
sekedar beberapa koin di kantungnya, dan berhasil bergabung dengan kru
sebuah kapal. Hanya beberapa individu yang berani berburu dengan cara
tradisional Serpent Isles: melempar dirinya ke target untuk menusukkan
dua pengait dengan tangan kosong, dan mulai memotong-motong makhluk itu
ketika masih hidup. Pemberani dan sangat ahli dengan hal itu, Pyke tidak
lama menjadi pelempar harupun terbaik yang bisa dibeli dengan koin
Golden Kraken. Dia tahu daging hanya bernilai kecil dibandingkan organ
tertentu dari monster besar yang lebih berbahaya … organ harus diambil
saat segar.
Begantung kesulitan perburuannya, setiap monster
laut memiliki harganya sendiri, dan ikan yang paling berharga dan dicari
pembeli di Bilgewater adalah ikan Jaull. Dari giginya yang setajam
silet, kelenjar Sapphilite yang tak ternilai harganya diinginkan di
seluruh Runeterra untuk berbagai eksperimen sihir, dan sekantung kecil
minyak biru menyala dapat membayar sebuah kapal dan krunya sepuluh kali.
Tapi ketika berburu dengan kapten yang belum diuji barulah Pyke belajar
kehidupan penuh darah dan isi perut itu akan membawanya ke mana.
Setelah
beberapa hari berlayar, sebuah ikan Jaull besar terlihat, membuka
mulutnya dan memperlihatkan beberapa baris kelenjar Sapphilite. Beberapa
harpun bertali telah mengenai makhluk itu, meski makhluk itu jauh lebih
besar dan tua dari ikan lainnya yang pernah dia temui, Pyke melompat ke
dalam mulutnya tanpa ragu.
Saat dia ingin memulai
tugasnya, sebuah getaran kuat terjadi di dalam mulut makhluk itu.
Gelembung terlihat di permukaan laut, kulit ikan Jaull mulai menarik
seluruh lambung kapal yang terikat. Sang Kapten marah, dan memutus
ikatan tali Pyke. Hal terakhir yang dilihat pelempar harpoon yang malang
itu sebelum mulut ikan itu tertutup adalah pandangan ngeri di wajah
para krunya, saat mereka melihatnya ditelan hidup-hidup.
Tapi itu bukan akhir hidup Pyke.
Di
kedalaman laut yang tidak diketahui itu, diremukan oleh tekanan yang
begitu kuat, dan masih terjebak di dalam mulut ikan Jaull itu, dia
membuka matanya lagi. Terdapat cahaya biru di segala arah, mungkin
ribuan, dan mereka terlihat menontonnya. Gema sesuatu yang kuno dan
misterius mengisi otaknya, memperlihatkan visi semua hal yang hilang
darinya sementara orang lainnya menjadi gemuk.
Hasrat
baru menguasai Pyke, satu untuk pembalasan dan ganjaran. Dia akan
mengisi kedalaman laut dengan mayat mereka yang telah berbuat salah
padanya.
Kembali di Bilgewater, awalnya tidak ada yang suka
membunuh—untuk tempat yang berbahaya, ombak merah yang sesekali datang
bukanlah hal baru. Tapi minggu menjadi bulan, dan sebuah pola mulai
terlihat. Kapten dari berbagai kapal ditemukan telah disayat dan
ditinggalkan hingga subuh. Penjaga bar berbisik itu dilakukan pembunuh
supranatural, dia yang telah ditinggalkan di laut, dan sekarang kembali
dengan kru kapal terkutuk bernama Terror. Dahulu sebuah tanda kehormatan dan kepopuleran yang diagungkan, kini pertanyaan “Kau kapten?” menjadi penyebab kewaspadaan.
Tidak
lama kemudian sang Caulker juga, kemudian Kru pertama, pedagang,
bangkir… benar, semua yang terlibat dengan bisnis rumah jagal di
dermaga. Sebuah nama baru muncul di papan buruan: seribu koin Kraken
untuk sang Bloodharbor Ripper yang terkenal.
Dipicu oleh
kenangan mengerikan di bawah laut, Pyke telah berhasil melakukan hal
yang sulit dilakukan banyak orang—menebar ketakutan di hati para
pebisnis korup, pembunuh, dan bedebah lautan, meski tidak ada yang bisa
menemukan kapal bernama Terror yang pernah berlabuh di Bilgewater.
Sebuah kota yang membanggakan dirinya dari memburu monster kini diburu oleh monster, dan Pyke tidak akan berhenti.
Jhin adalah seorang kriminal psikopat yang menganggap bahwa membunuh adalah sebuah seni. Jhin dulu adalah seorang tawanan bangsa Ionia yang dibebaskan oleh sebuah organisasi bawah tanah yang terkenal di Ionia. Jhin, dari seorang serial killer sekarang bekerja di sana sebagai seorang assassin. Dengan bersenjatakan sebuah senapan sebagai kuasnya, Jhin membuat hasil karyanya dengan darah sebagai catnya. Pertunjukan seninya sudah membuat dirinya terkenal dan ditakuti sebagai sebuah nama: teror.
Selama bertahun-tahun lamanya, bagian selatan wilayah Ionia selalu dihantui oleh sesosok “Golden Demon” yang terkenal. Di seluruh penjuru provinsi Zhyun, seekor monster selalu menghabisi para penjelajah yang dia temukan melintas, yang tertinggal hanya mayatnya. Banyak prajurit yang direkrut, pemburu handal dicari dari seluruh penjuru, bahkan Wuju master juga tak luput dari utusan, tapi tak ada yang mampu membawa kabar baik. Dalam keputusasaan, dewan kota Zhyun mengirimkan sekumpulan orang untuk membujuk Great Master Kusho ikut membantu mengatasi masalah ini. Tapi Kusho punya alasan tersendiri mengapa dia tidak bisa ikut membantu. Tapi selang seminggu kemudian, sang master mengutus anaknya, Shen, serta salah satu murid kebanggaannya, Zed. Mereka diutus untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara mencari petunjuk keberadaan sang sang monster ini secara rahasia. Dimulai dari mengunjungi rumah keluarga korban yang terbunuh, semuanya mereka lakukan untuk mengusut apapun yang membawa mereka ke pada sang monster. Penyelidikan mereka memakan waktu hingga 4 tahun lamanya, dan ketiga orang ini sudah berubah banyak. Kusho sudah bertambah tua dengan rambutnya yang mulai memutih, Shen yang dulu humoris sekarang begitu kecut, lalu Zed, seorang murid paling berbakat yang ada di perguruan kini sudah mulai menunjukkan hal-hal yang membuatnya serasa ingin keluar dari perguruan. Di tengah misi untuk mencari keberadaan sang monster itu, sang master berkata bahwa “Kebaikan dan kejahatan bukanlah hal yang mutlak berlawanan. Itu semua tergantung dari setiap orang yang melihatnya dengan cara yang berbeda.” Sudah banyak kisah penangkapan sang monster legendaris ini. Tujuh kali terhitung sudah dengan usaha terakhir yang menjadi pertanda sejarah dari Master Kusho. Pada hari pertama di Blossom Festival di kota Jyom Pass, Kusho menyamar sebagai seorang pelukis dan berbaur dengan para artis yang hadir di sana. Kemudian dia menunggu. Semua orang percaya bahwa hanya sang iblis yang mampu melakukan kejahatan seperti ini, namun Kusho tahu bahwa ini semua adalah ulah orang biasa. Dia yang dijuluki “Golden Demon” sebenarnya merupakan seorang anggota dari teater opera yang sering berpindah-pindah, dengan nama asli biasa dipanggil Khada Jhin. Ketika akhirnya mereka berhasil menemukan Jhin, Zed yang dulu masih sangat muda mendekat ke arahnya dengan maksud untuk menghabisinya, tapi Kusho menghentikannya. Atas semua kejahatan yang dia lakukan, sang master memutuskan bahwa dia harus dibawa hidup-hidup dan dikurung di Tuula Prison. Shen juga tidak setuju, namun mau tak mau harus mengikuti perintah ayahnya. Zed, di sisi lain, masih membayangkan bagaimana kondisi korban yang waktu itu mati dibunuh Jhin, semua terasa tidak pantas untuk diampuni. Dari situlah Zed merasa bahwa dia harus mengikuti kata hatinya sendiri. Setelah cukup lama mendekam di Tuula, Khada Jhin yang ternyata seorang pemalu bercerita sedikit tentang dirinya – namun dia masih merahasiakan namanya. Hal yang mencengangkan adalah ketika para pendeta, bahkan para teman penjaranya menganggap Jhin adalah orang baik dengan hati suci yang memiliki banyak sekali keahlian termasuk menempa senjata, hingga menari. Namun itu semua tidak mengurangi takdir bahwa Jhin telah melakukan banyak sekali pembunuhan. Di luar penjara, Ionia juga dalam keadaan genting sebagaimana kerajaan Noxia melakukan invasi yang berdampak pada ketidakstabilan politik. Pertempuran terjadi di mana-mana. Keseimbangan yang selama ini coba dilindungi oleh Kusho sudah tidak terkendali lagi. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh sebuah kelompok bawah tanah untuk membebaskan Jhin dari penjara dan mengubahnya menjadi sebuah senjata untuk menebar teror. Kali ini, dengan persenjataan Kashuri yang lengkap serta persedian uang yang tidak terbatas, “aksi” Jhin semakin tidak terkendali. Apa yang dia lakukan telah membuat seluruh penjuru Ionia diselimuti rasa takut, tapi sampai kapan sang serial killer mau beraksi di bawah bayang kegelapan?
Saat
muda, Pyke memulai hidupnya seperti orang Bilgewater lainnya: di
dermaga pemotongan ikan. Setiap harinya, makhluk mengerikan dari laut
dalam dibawa ke sana. Dia dipekerjalam di distrik bernama Bloodharbor,
bahkan ombak tidak cukup kuat untuk menghapus noda merah yang terus
mengalir di lantai kayunya.
Dia menjadi cukup
pandai dengan pekerjaan itu—baik dari segi pekerjaan sadisnyadan bayaran
kecilnya. Terus-menerus, Pyke melihat kantung berat berisi emas
diberikan pada kapten dan kru sebagai ganti bangkai besar yang mereka
bawa telah dipotong-potong untuk dijual. Dia jadi ingin lebih dari
sekedar beberapa koin di kantungnya, dan berhasil bergabung dengan kru
sebuah kapal. Hanya beberapa individu yang berani berburu dengan cara
tradisional Serpent Isles: melempar dirinya ke target untuk menusukkan
dua pengait dengan tangan kosong, dan mulai memotong-motong makhluk itu
ketika masih hidup. Pemberani dan sangat ahli dengan hal itu, Pyke tidak
lama menjadi pelempar harupun terbaik yang bisa dibeli dengan koin
Golden Kraken. Dia tahu daging hanya bernilai kecil dibandingkan organ
tertentu dari monster besar yang lebih berbahaya … organ harus diambil
saat segar.
Begantung kesulitan perburuannya, setiap monster
laut memiliki harganya sendiri, dan ikan yang paling berharga dan dicari
pembeli di Bilgewater adalah ikan Jaull. Dari giginya yang setajam
silet, kelenjar Sapphilite yang tak ternilai harganya diinginkan di
seluruh Runeterra untuk berbagai eksperimen sihir, dan sekantung kecil
minyak biru menyala dapat membayar sebuah kapal dan krunya sepuluh kali.
Tapi ketika berburu dengan kapten yang belum diuji barulah Pyke belajar
kehidupan penuh darah dan isi perut itu akan membawanya ke mana.
Setelah
beberapa hari berlayar, sebuah ikan Jaull besar terlihat, membuka
mulutnya dan memperlihatkan beberapa baris kelenjar Sapphilite. Beberapa
harpun bertali telah mengenai makhluk itu, meski makhluk itu jauh lebih
besar dan tua dari ikan lainnya yang pernah dia temui, Pyke melompat ke
dalam mulutnya tanpa ragu.
Saat dia ingin memulai
tugasnya, sebuah getaran kuat terjadi di dalam mulut makhluk itu.
Gelembung terlihat di permukaan laut, kulit ikan Jaull mulai menarik
seluruh lambung kapal yang terikat. Sang Kapten marah, dan memutus
ikatan tali Pyke. Hal terakhir yang dilihat pelempar harpoon yang malang
itu sebelum mulut ikan itu tertutup adalah pandangan ngeri di wajah
para krunya, saat mereka melihatnya ditelan hidup-hidup.
Tapi itu bukan akhir hidup Pyke.
Di
kedalaman laut yang tidak diketahui itu, diremukan oleh tekanan yang
begitu kuat, dan masih terjebak di dalam mulut ikan Jaull itu, dia
membuka matanya lagi. Terdapat cahaya biru di segala arah, mungkin
ribuan, dan mereka terlihat menontonnya. Gema sesuatu yang kuno dan
misterius mengisi otaknya, memperlihatkan visi semua hal yang hilang
darinya sementara orang lainnya menjadi gemuk.
Hasrat
baru menguasai Pyke, satu untuk pembalasan dan ganjaran. Dia akan
mengisi kedalaman laut dengan mayat mereka yang telah berbuat salah
padanya.
Kembali di Bilgewater, awalnya tidak ada yang suka
membunuh—untuk tempat yang berbahaya, ombak merah yang sesekali datang
bukanlah hal baru. Tapi minggu menjadi bulan, dan sebuah pola mulai
terlihat. Kapten dari berbagai kapal ditemukan telah disayat dan
ditinggalkan hingga subuh. Penjaga bar berbisik itu dilakukan pembunuh
supranatural, dia yang telah ditinggalkan di laut, dan sekarang kembali
dengan kru kapal terkutuk bernama Terror. Dahulu sebuah tanda kehormatan dan kepopuleran yang diagungkan, kini pertanyaan “Kau kapten?” menjadi penyebab kewaspadaan.
Tidak
lama kemudian sang Caulker juga, kemudian Kru pertama, pedagang,
bangkir… benar, semua yang terlibat dengan bisnis rumah jagal di
dermaga. Sebuah nama baru muncul di papan buruan: seribu koin Kraken
untuk sang Bloodharbor Ripper yang terkenal.
Dipicu oleh
kenangan mengerikan di bawah laut, Pyke telah berhasil melakukan hal
yang sulit dilakukan banyak orang—menebar ketakutan di hati para
pebisnis korup, pembunuh, dan bedebah lautan, meski tidak ada yang bisa
menemukan kapal bernama Terror yang pernah berlabuh di Bilgewater.
Sebuah kota yang membanggakan dirinya dari memburu monster kini diburu oleh monster, dan Pyke tidak akan berhenti.
Kisah Tentang Pyke
Mazier
terlihat tergeletak di atas papan kayu yang telah membusuk, ombak
bergemuruh di bawah batu. Detak jantungnya yang lambat memompa darah
menuju air laut. Dia memandang, tanpa mengedip, ke sebuah gubuk di
atasnya, dan bintang-bintang di atas langit.
Pyke melihat wajah wanita itu sekali lagi. Tatapan kosong Mazier menusuk pikirannya.
Sebuah kapal yang rusak. Empat tuan dan layar yang sobek. Ombak setinggi gunung.
Rambut
panjang yang beterbangan oleh angin laut. Lusinan wajah di sebuah dek.
Menatap. Mata biru. Mata biru Mazier, terbelalak dengan keterkejutan.
Kemudian, gigi.
Bukan
gigi putih Mazier. Tapi gigi besar sebesar pedang. Berenang menyilang
di bawah perahu. Cahaya hilang. Menutup. Di dalam mulut Jaull. Tali
ikatan. Dipotong.
Lidahnya terlalu licih.
Matanya perih terkena keringat. Jari-jari tangannya mati rasa. Harus
pergi ke perairan terbuka. Berenang, berenang…
Gigi ikan Jaull itu tertutup rapat. Kemudian rasa sakit. Kegelapan.
Kapalnya telah hilang. Begitu pula mata itu.
Mata Mazier.
Seorang pelaut yang hebat. Aye. Dia ada di sana. Dia memotong taliku.
Pyke
menyentuh tubuh itu dengan sepatu botnya, sambil memandang ke bawah.
Dia mendorongnya hingga mencapai ujung dermaga. Satu tendangan lagi, dan
Mazier mengapung. Para ikan hiu langsung berpesta. Berputar. Menganga.
Lautan tidak membuang waktu.
Burung camar berbunyi,
jeritan mereka terbawa angin, saat Pyke menemukan Mazier sang pelaut
itu di daftarnya. Tinta merah dicoret melintang di atas namanya dari
sebuah kertas.
Nama terakhir dari para kru kapal Terror.
Selesai. Tidak ada nama lagi, hanya coretan merah. Darimana kudapat semua tinta ini…?
Pyke merasakan sesuatu. Gelisah, bingung, dan tidak puas. Suara gemuruh
dari dalam perutnya. Dia belum selesai. Mereka ada terlalu banyak di
sana, di dermaga itu. Mungkin dia salang mengingat. Mungkin itu tidak
penting.
Mereka membiarkanku mati. Begitu banyak tangan. Begitu banyak waktu.
Suara lain. Bukan camar. Bukan ombak. Bukan gigi yang menutup. Bukan suara dari dalam pikirannya yang berteriak “Kau belum selesai!” suara it uterus berulang-ulang. Bukan music yang dia ingat dari kota berenang itu, bertahun-tahun lalu.
Itu suara baru. Suara sungguhan. Sebuah suara dari sana .
Pyke
melihat dengan mata hidupnya, dan melihat tangga kayu di bawah sepatu
bot besarnya. Pria besar, sedang berjalan menuju kapal bobrok.
Dia
berhenti ketika melihar semua darah itu. Tangannya masuk ke dalam
jaket, mengeluarkan senapan Flintlock, dan mendekatkan selongsong pistol
itu dekat dengan dadanya. Siap menembak. Seperti orang bodoh.
Pyke
melangkah ke dalam cahaya bulan. Pria itu terlihat seperti melihat
hantu. Kulit di sekitar mulutnya mengencang melebihi kantung uang
penjaga bank di dermaga. Matanya terbelalak dan gemetaran, seperti
ubur-ubur, seperti air tenang yang terkena hembusan angin.
“Siapa itu?” teriaknya.
Mendekatlaht.
Senjata
Fintlock itu diarahkan ke kepala Pyke. Kemudian suara ledakan itu
terdengar. Tembakannya memang terjadi, tapi hanya mengenai kayu karena
Pyke sudah bukan manusia.
Dia berada di dalam kabut.
Dia
melebur, berubah menjadi garam dan tetesan air—dia berubah menjadi
kabut halus. Dia mendengar mereka memanggilnya Phantasm. Mereka hampir
benar.
Pria berbadan besar itu mengisi senapannya. Keringat berkumpul di dahi keriputnya.
Dalam beberapa detik itu, Pyke telah berada di sekelilingnya, di antaranya ,
di antara udara, dia memperhatikan pria itu. Mata yang ketakutan, mata
cokelat. Janggutnya sangat kusut dan berwarna putih. Rahangnya menurun,
hidungnya bengkok, bibirnya retak, daun telinganya terlihat aneh akibat
begitu sering terlibat perkelahan di bar.
Dia terlihat seperti seorang kapten.
Pria itu begitu ketakutan. Teror ini selalu berhasil.
Aromanya seperti seorang kapten.
Pyke
harus yakin. Dia membentuk wujud padat—dia sejak dahulu adalah pria
besar, tapi kini dengan mata menyala yang diberikan laut, dia merasa
lebih besar. Katakan namamu , gumamnya.
Pria
itu tidak menyangka seseorang bisa muncul di belakangnya. Tidak ada
yang menyangkanya. Mungkin terjadi dalam kisah atau cerita yang
terdengar di bar. Tapi kenyataannya, semua orang langsung ketakutan dan
wajahnya menjadi pucat, dan kapten berbadan besar ini tidak terkecuali. Dia terpeleset oleh sepatu botnya sendiri, dan berguling ke bawah tangga.
Pyke melangkah perlahan-lahan. Sebuah kapal Galleon Noxus sedang berlabuh di dermaga. Kapal pedagang, atau kapal pengkhianat ? Apa ada bedanya? Sepertinya tidak.
Kau punya waktu hingga aku mencapai dasar anak tangga ini untuk menceritakan yang kau ketahui.
Pria itu ketakutan, angin meniup layar kapal lain. Ikan di atas tanah. Tangan besar meraihnya.
Aku ingat siapa kau…
Dia terus melangkah.
Tangan putih menggenggam rel di dek itu…
Dia melangkah lagi.
Pria itu berusaha berdiri, tapi lututnya salah posisi.
Dia melangkah lagi.
Kau hanya menonton.
Dia melangkah lagi. Makan malam semakin dekat.
Kau hanya tersenyum.
Kini air mata terlihat menetes. “Kumohon… aku tidak tahu apa yang kau bicarakan…”
Dia melangkah lagi.
Namamu. Sekarang.
“Beke! Beke Nidd!”
Pyke terdiam untuk melihat kertas catatannya, hanya tersissa satu langkah lagi. Semua tanda merah itu. Semaua nama yang dicoret.
Itu dia. Beke Nidd. Midshipman.
Belum dicoret. Jelas sekali. Pasti kertasnya terlipat.
Beke Nidd. Ya, Aku ingat siapa kau. Kau ada di sana.
“Aku belum pernah melihatmu! Ini malam pertamaku di Bilge—”
Orang-orang
tak bisa berbohong ketika ada pengait besar yang diarahkan ke pipinya.
Mereka tidak bisa memohon atau memberikan fakta yang tidak merek miliki.
Alat
yang bagus, buatan si tukang cukur ini. Dibuat dari tulang hiu yang
ditempa ini. Lebih kuat dari baja. Dapat menusuk lebih baik, memotong
tulang dan daging. Bergerak-gerak hanya akan menusukkannya lebih dalam,
saat Beke memahaminya. Matanya terlalu ketakutan.
Mata itu menusuk pikiran Pyke.
Kenangan
itu bangkit seperti air pasang, dan dia membukanya agar air bisa masuk,
menenggelamkan Beke dengan permohonan kosongnya.
Sebuah kapal besar. Empat tuan dengan layar sobek. Ombak setinggi gunung.
Janggut
kusutnya teriup angin laut. Lusinan wajah di dek. Menonton. Mata
cokelat. Mata Beke Nidd berwarna cokelat, terbelalak dengan ketakutan
besar.
Pangeran Jarvan IV terlahir dari darah kerajaan, dan dia adalah calon pemimpin dari Demacia di masa depan. Dibesarkan di sekitar sosok-sosok hebat Demacia, Jarvan IV merasa kesulitan akan ekspektasi yang ditujukan padanya. Di medan perang, dia selalu menginspirasi para prajuritnya dengan semangat yang tak mengenal rasa takut dan juga determinasi tinggi, menunjukkan kekuatan yang sebenarnya sebagai seorang pemimpin.
Meskipun pimpinan Demacia sudah ditentukan oleh para petinggi, tiga raja terakhir sudah datang dari satu keluarga yang sama. Sebagai anak satu-satunya dari raja Jarvan III, Jarvan IV sudah menjadi prospek pemimpin selanjutnya dari semenjak dia lahir. Keinginan keluarganya itu sudah ditularkan langsung kepada Jarvan IV sedari dia masih kecil. Dia banyak diajari oleh para guru-guru legendaris tentang bagaimana caranya menjadi seorang pemimpin yang handal. Tak lupa selain itu, Jarvan IV juga tidak pernah ketinggalan untuk belajar bagaimana cara berperang.
Selama masa-masa latihannya itu, dia selalu berpasang-pasangan dengan satu prajurit muda bernama Garen, yang juga ditakdirkan untuk menjadi seorang Crownguard. Jarvan sangat mengagumi semangat yang dimiliki oleh Garen, dan Garen juga merasakan sebaliknya. Bersama-sama, mereka sungguh tak terpisahkan.
Ketika Jarvan IV tumbuh besar, ayahnya memberikannya sebuah kehormatan untuk menjadi jenderal pasukan Demacia. Meskipun Jarvan IV tentang taktik dan teori peperangan serta mampu mengalahkan guru yang mengajarinya cara bertarung, Jarvan tidak pernah tahu rasanya bagaimana berada di dalam peperangan secara langsung di dalam hidupnya.
Dibahanbakari oleh keinginan membuktikan kemampuannya lewat kemenangan dalam peperangan nanti, Jarvan IV memimpin pasukannya menghadapi gerombolan penculik Winter’s Claw, sebuah suku yang juga terdiri dari beberapa penyihir di dalamnya. Meskipun perintah serta taktiknya dalam peperangan terhitung sukses, Jarvan selalu diserang oleh musuhnya secara langsung, namun tentunya selalu dilindungi oleh para pelindungnya. Hal itu tentunya seolah menahan keinginannya untuk bertarung menggunakan tangannya sendiri.
Ketika para suka Noxus menjarah salah satu desa di wilayah perbatasan Demacia, Jarvan IV memimpin pasukannya untuk melindungi desa tersebut. Dia dan juga para pasukannya berkelana selama berhari-hari untuk melawan serangan dari pasukan Noxus. Bagi Jarvan sendiri, peperangan yang dia hadapi ini ternyata lebih buruk dari apa yang dia perkirakan. Pasukan Noxus ini ternyata membawa awak serta peralatan perang yang lengkap beserta kapal perang dan berhasil menghabisi banyak prajurit Demacia dan hanya menyisakan beberapa orang saja yang mampu menceritakan kembali pengalaman mereka dengan luka yang sangat parah.
Jarvan dinasihati untuk mundur dari pertarungan. Tapi Jarvan tidak mau berhenti hanya karena takut kalah. Dia pun masih terus berjuang di medan pertempuran. Dia ingin melindungi para prajurit yang terluka dan memberikan perlawanan sengit pada musuhnya. Selain itu, Jarvan juga berpikir bahwa jika dia menunggu bala bantuan datang, akan lebih banyak orang yang mati oleh bangsa Noxus. Oleh karena itu dia merasa dirinya harus mengambil tindakan.
Jarvan membagi pasukannya, memerintahkan sebagian dari mereka untuk menjaga prajurit serta masyarakat lainnya yang tengah terluka. Mereka mengepung pasukan Noxus ketika malam hari, namun ternyata Jarvan malah terpisah dari para pasukannya. Dia bertarung sendirian melawan banyak sekali pasukan musuh hingga akhirnya harus kalah. Bangsa Noxus akhirnya mengurung Jarvan IV, sambil bersiap untuk dibawa ke penjara Immortal Bastion Noxus nanti.
Selama berminggu-minggu, Jarvan berada jauh dari Demacia. Keputusannya yang gegabah telah berujung dengan banyaknya prajurit Demacia yang mati. Putus asa akan hal itu, dia menganggap bahwa dirinya sudah tidak lagi pantas untuk tinggal di Demacia, dan berniat meninggalkan tugasnya sebagai seorang pemimpin.
Dalam sebuah malam yang gelap, Garen dan juga para prajurit lainnya yang dikenal dengan nama Dauntless Vanguard menyerang perkemahan Noxus secara diam-diam. Meskipun mereka tidak menemukan Jarvan, Jarvan berhasil melarikan diri berkat kericuhan yang dibuat oleh Garen dan kawan-kawan lainnya. Salah satu prajurit Noxus mengetahui pelariannya dan menembak Jarvan dengan anak panah, tapi untungnya Jarvan masih bisa selamat dan melarikan diri ke tengah hutan.
Jarvan lari sekuat tenaga sampai dia tidak dapat berlari lagi, bersembunyi di balik pohon yang tumbang sambil mengobati bekas luka sebaik yang dia bisa. Jarvan kemudian tak sadarkan diri, dia sudah tidak tahan lagi atas darah yang terus mengucur, dia sadar bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Jarvan tidak yakin apakah dia terbangun dalam mimpi atau bukan, tapi dia melihat sesosok wanita berkulit ungu dengan mata menyala seperti api yang membawa dirinya ke sebuah perkampungan kecil di wilayah Demacia. Di sana, dia beristirahat di bawah pengobatan warga lokal yang mengobati lukanya dengan obat alami hingga dirinya sembuh.
Dengan Jarvan yang telah kembali sehat, dia menemukan sebuah perkemahan di hutan liar di luar wilayah Demacia. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia terbebas dari semua beban yang selama ini dipikulnya selama berada di kerajaan. Dia merasakan bagaimana rasa damai ini begitu menyambutnya dengan terbuka, meski dia adalah orang baru di sini. Jarvan akhirnya kenal dengan sosok wanita berkulit ungu itu yang dia kenal dengan nama Shyvana.
Suatu hari muncul seekor naga yang menyerang desa dan meneror orang-orang yang ada di sana, membakar semua rumah menjadi abu. Jarvan sadar bahwa desa itu tidak akan bisa bertahan jika datang seekor naga menyerang, jadi dia membawa semua masyarakat desa itu ke dekat kerajaannya, di Castle Wrenwall.
Pada malam itu, Jarvan menemukan Shyvana terpisah dari orang-orang. Pada saat itu juga, dia mengaku bahwa dia adalah makhluk setengah naga, dan darah itu telah diturunkan dari sang ibu, Yvva. Sama seperti orang Demacia lainnya, Jarvan dibesarkan untuk tidak mempercayai akan kekuatan sihir yang dimiliki oleh manusia di dunia ini. Tapi setelah melihat kebaikan dan juga kekuatan Shyvana, Jarvan berniat untuk membayar hutang nyawa yang telah dia berikan padanya. Bersama-sama, mereka bisa menghancurkan musuh paling kuat sekalipun.
Dengan munculnya kembali serangan naga, Jarvan melatih orang-orang Demacia untuk bisa melawan mereka bersama dengan prajurit di Castle Wrenwall. Dia menyeret dan memaksa mereka bertarung melawan naga di sebuah tempat kuno di bagian Barat Demacia. Di sana, tempat itu dipenuhi oleh kekuatan sihir bekas tragedi Rune Wars beribu-ribu tahun lalu, dan sekarang tempat itu adalah satu-satunya cara mereka untuk bisa bertahan hidup dari serangan naga. Akan tetapi, serangan anak panah dari prajurit Demacia tidak menghasilkan apapun ketika kulitnya naga itu mementalkannya satu per satu.
Jarvan dan para prajuritnya bersembunyi, sementara di sisi lain Shyvana muncul dan berdiri di tengah-tengah menghadap ke arah naga tersebut. Jarvan melihat dengan takjub bagaimana Shyvana berubah menjadi naga, mengaum menyemburkan api ke udara berniat untuk melawan bangsa ibunya sendiri. Meskipun orang-orang lainnya mundur karena ketakutan, Jarvan mengukuhkan jiwanya, ingat bahwa Shyvana akan membantunya melawan musuh.
Tak lama setelah itu, siluet besar muncul dari langit. Yvva, sang ratu naga telah muncul di hadapan mereka. Atas perintah Jarvan, semua prajurit menembakkan semua anak panah mereka ke arah naga itu, mencoba untuk membantu Shyvana. Merasa terusik, naga itu menyemburkan api ke segala arah. Prajurit yang menggunakan baju besi pun tak kuat menahan panasnya. Meski demikian, anak panah terus bertebaran di langit tak ingin berhenti membuat naga itu jatuh ke tanah.
Jarvan masih berdiri menyaksikan bagaimana Shyvana bertarung sengit hingga meninggalkan sebuah getaran hebat. Saking sengitnya pertarungan mereka, Jarvan sampai tidak bisa membedakan kekuatan yang datang dari mereka berdua, sehingga dia memerintahkan para pemanahnya untuk menahan tembakan mereka. Sampai akhirnya Shyvana terlempar jatuh ke tanah dan kembali berubah ke wujud manusianya dengan darah yang membanjiri lehernya. Tapi Shyvana tetap menatap matai bunya sendiri dengan cakar tajam menerjang menembus jantung ibunya sendiri.
Dengan semua ancaman dari bangsa naga ini yang telah hilang, Jarvan IV akhirnya merasakan kembali rasa hormatnya untuk kembali ke rumah. Dia telah mengerti apa yang dimaksud dengan hidup sebagai prajurit Demacia. Hal itu bukan hanya demi kemenangan semata, melainkan bagaimana kita bersama-sama berjuang untuk mencapainya, tak peduli perbedaan yang ada. Untuk menghargai jasa dari Shyvana, dia berjanji bahwa Shyvana bisa menganggap Demacia sebagai rumahnya sendiri. Tapi keduanya sadar bahwa kekuatan sihir tidak bisa hidup di dalam Demacia, dan Shyvana memilih untuk tidak menggunakan kekuatan perubahannya ketika bertarung bersama Jarvan. Bersama-sama, mereka berjalan menuju pusat ibu kota dengan tulang bangkai dari Yvva di tangan mereka.
Meskipun senang setelah melihat Jarvan kembali setelah sekian lama hilang, ada banyak sekali orang yang mempertanyakan keputusan Jarvan untuk menjadikan Shyvana sebagai pengawalnya, dan kecurigaan pun muncul mengapa setelah lolos dari Noxus dia tidak bergegas kembali ke ibu kota. Tanpa pikir panjang, sang raja Jarvan III menyambut kembali kedatangan anaknya ke kerajaan. Jarvan IV sekarang kembali ke dalam tugasnya untuk mengabdi pada Demacia, dia berjanji bahwa dia akan terus menjunjung tinggi idealisme dari Demacia, yaitu membangun bangsa bersama dengan bangsa itu sendiri, bersatu menghadapi rintangan apapun yang ada di depan mereka.
Sebagai perwujudan sifat nakal, imajinasi, dan perubahan, Zoe adalah pembawa pesan kosmis Targon, sebuah pertanda peristiwa besar yang dapat mengubah dunia. Keberadaannya saja dapat mengubah realitas, bahkan terkadang menyebabkan bencana besar padahal dia tidak bermaksud melakukannya. Mungkin itu menjelaskan kenapa Zoe tidak menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pembawa pesan, dia terlalu banyak bermain, menggoda manusia, atau menghibur diri sendiri. Pertemuan dengan Zoe dapat menyenangkan atau membahayakan nyawa, tapi seringkali yang terjadi sangatlah berbahaya.
Sesuai dengan sifat khas Targonnya, Zoe tidak turun ke dunia dengan tujuan tradisional. Dia tidak memenangkan kemenangan besar menghadapi situasi sulit, mengorbankan dirinya untuk tujuan mulia, atau menjalani tugas mendaki Gunun Targon. Bahkan, Zoe dulu adalah gadis biasa, yang terpilih secara acak.
Guru Lunari-nya melaporkan Zoe sebagai anak yang imajinatif, tapi keras kepala, malas, mudah teralihkan, dan nakal. Suatu hari, ketika Zoe membolos dari pelajaran sihir suci untuk mengejar sesuatu yang “tidak semembosankan itu” dia dilihat oleh suatu makhluk Aspect of Twilight dari Targon.
Dia memerhatikan gadis muda itu mengolok-olok teriakan marah pendeta-pendeta Lunari yang mengejarnya. Lalu, setelah mengejar selama empat jam lamanya, dia disudutkan guru-guru yang marah. Sebelum mereka sempat menangkap Zoe, sang Aspect memunculkan enam benda di depan gadis itu: sebuah kantung berisi koin emas, sebuah pedang, buku pelajaran yang sudah selesai, karpet ibadah, tali sutra, dan bola mainan. Empat benda tersebut dapat membuatnya lolos atau keluar dari masalah itu, tapi Zoe memilih pilihan keenam.
Tidak ingin kabur, dia malah mengambil bola mainan itu kemudian menendangnya ke arah dinding sebuah rumah yang berdempetan, dan menyanyi dengan riang saat mainan itu memantul ke arah pendeta-pendeta yang tidak punya selera humor itu.
Puas oleh tingkah Zoe yang riang gembira, sang Aspect membuka portal berkilauan menuju puncak Gunung Targon, dia menawarkan gadis itu kesempatan untuk melihat dunia. Dia melompat ke belakang, lalu bersatu dengan sang Aspect, Zoe menjulurkan lidahnya ke arah guru-guru yang dia jahili sebelum akhirnya menghilang ke dalam portal tersebut.
Mengikuti kebangkitan yang tidak biasa ini, Zoe berpetualang menuju suatu dimensi di sudut terjauh wilayah kekuasaan Targon, bermain-main dengan realitas yang melampaui pemahaman manusia.
Kembali pulang setelah lebih dari satu milenium, Zoe tidak menua sama sekali. Meski Runeterra tidak banyak berubah dari sudut pandangnya, dia tiba dengan keingintahuan anak remaja untuk manusia dan sang Aspect temannya itu.
Mungkin dia paling penasaran dengan hubungan barunya dengan Aurelion Sol. Kesombongan, kebohongan, dan ukuran besarnya membuat Zoe kesal. Zoe terus menerus menggoda makhluk besar itu, tapi ketika dibutuhkan, dia akan melindungi “anjing luar angkasa” dan bintangnya dari kemarahan Pantheon. Entah itu hanya iseng, sikap posesif, atau perilakunya sebagai seorang pengganggu sejati, tidak ada yang tahu pasti. Karena, jika membicarakan Zoe, tidak ada yang tahu pasti apa tujuannya sebenarnya … selain mencari kesenangannya sendiri.
KISAH TENTANG ZOE
Cyberpop Zoe
Ketika dia memikirkan toko kue, Zoe menjatuhkan diri, menyerah pada tarikan gravitasi. Ketika jatuh, dia menciptakan gerbang dengan kesadarannya. Langsung saja, sebuah portal terbuka di bawahnya dan terhubung dengan tempat lain. Dia jatuh ke gerbang itu. Massa tubuhnya bertabrakan dan meledak ketika berpindah tempat.
Rasanya agak geli.
Sayangnya, Zoe tidak muncul ke lokasi tujuannya. Tapi, dia malah muncul dari portal kedua yang hanya berjarak tidak terlalu jauh, terlempar ke udara melalui momentum kejatuhannya. Kemudian, setelah momen penyeimbangan diri sesaat, dia ditarik mundur kembali ke dalam portal kedua. Tapi sekali lagi, ruang dan waktu berputar di sekelilingnya—semuanya berputar, itulah gambarannya—sebelum mengembalikannya ke titik awal. Kedua portalnya lalu tertutup dan menghilang.
Sihir yang sangat kuat menggangu kemampuan Zoe untuk berpindah tempat. Mungkin itu berhubungan dengan perubahan apa pun itu yang seharusnya dia lakukan, dan tentunya, dia belum berhasil melakukannya. Itu adalah masalah, tapi bukan masalah baru. Dia tidak terlalu yakin apa pesannya, untuk siapa, atau bahkan artinya, tapi, berdasarkan pengalamannya sejauh ini, itu tidak terlalu penting. Sang Matematika suci ingin maju, dan tidak lama pesannya langsung tiba. Menurut Zoe itu keuntungan yang keren dengan menjadi seorang Aspect.
Tentunya, pertanyaan saat ini adalah apa yang harus dilakukan selagi sedang menunggu. Zoe melihat sekelilingnya. Di sebelah pohon, dia melihat makhluk keil berbulu lebat yang memiliki ekor besar. Dia terlihat mirip yordle kecil, tapi Zoe menyadari hubungan makhlluk ini dengan dunia arwah sangatlah kecil.
Pola kehidupan makhluk kecil itu terlintas di otak Zoe. Dia hanya akan hidup beberapa rotasi lagi sebelum mengembalikan rohnya. Bagi Zoe, hidupnya yang singkat membuatnya semakin menggemaskan. Zoe melompat dan berlari mendekatinya.
“Lucu sekali!”
Hewan kecil itu berlari ke sebuah pohon.
“Hei, kembali!” teriaknya.
Tanpa menunggu lama, Zoe menciptakan gelembung waktu, mengubahnya hanya menjadi separuh rotasi planet, sebelum melemparnya ke pohon itu. Anomali itu meluncur sebelum meledak di batang pohon itu.
Sesaat, masa lalu dan masa kini hewan lucu itu bertabrakan. Langit malam menguasai area itu. Hewan kecil itu kemudian jatuh kelelahan akibat kurang tidur di malam kemarinnya. Masa lalu spiritual dan keadaan mentalnya kewalahan akibat kesadarannya saat ini.
Untuk sesaat, Zoe mengabaikan gravitasi, dia melayang ke atas dahan pohon, dan berhenti di sisi hewan kecil itu. Tangannya terlihat agak ragu untuk bergerak di atas bulu lembut hewan itu. Dia tahu jika dia menyentuh makhluk itu, sihirnya akan terlepas.
“Zoe adalah teman” bisiknya. Tapi ketika dia mengusap kepala hewan itu, dia terbangun kemudian lari menjauhi Zoe.
Sambil mengeluh, Zoe malayang lebih tinggi lalu membalikkan badan, kepala di bawah dan kaki di atas. Dia mempertimbangkan ingin mengunjungi Aurelion Sol setelah menyelesaikan urusannya di sini. Naga itu juga tidak suka dielus. Tapi, Zoe berpikir, dia lebih udah dikejar tanpa takut akan menyakitinya. Keinginan itu hilang, berkat posisinya yang tinggi, Zoe melihat sebuah desa yang berada jauh di seberang bukit.
Dia menciptakan portal menuju kota itu kemudian melompat ke dalamnya. Tapi, lagi-lagi, Zoe hanya mampu menciptakan sebuah gerbang berjarak beberapa meter darinya. Bahkan, gerbang itu hancur dengan sendirinya, sama seperti sebelumnya, lalu menarik Zoe kembali ke titik awal.
Rumput musim panas terlihat indah, tidak punya pilihan lain, Zoe kemudian berjalan kaki menyusuri hutan menuju desa itu.
Dia tiba di pinggiran kota yang memiliki dinding tinggi. Matahari terlihat sudah hampir terbit. Mendengar suara tawa, Zoe menghilangkan gravitasi untuk sesaat dan melayang menuju salah satu atap rumah di desa itu.
Di tengah lapangan, terlihat enam manusia sedang bermain. Mereka hampir berukuran sebesar Zoe, berbeda dengan anak-anak atau orang dewasa yang dia temui di sepanjang perjalanan turnya mengitari planet ini.
Salah satu laki-laki itu mengejar seorang perempuan. Mereka berdua tertawa. Aturan permainan itu tidak jelas.
Zoe fokus memerhatikan gaun merah indah yang dikenakan gadis itu—dia penasaran apakah warna itu mewakili sesuatu. Bahkan jika itu bukan bagian dari permainannya, Zoe sangat menyukainya. Gadis itu terlihat lebih tinggi dari gadis lainnya, dan Zoe merasa gadis itu mungkin mengetahui sesuatu yang perlu dia pelajari.
Pria itu juga menarik, tapi menarik dari segi yang sangat berbeda. Dia tahu inkarnasinya saat ini akan pendek, tapi Zoe berpikir akan luar biasa jika dia mengejar gadis itu. Ada sesuatu yang hebat dari dagu dan bentuk bibirnya.
Zoe terlihat gugup. Lagipula, memang sudah lama sekali sejak Zoe masih seorang manusia atau bahkan mengunjungi dimensi ini. Dia khawatir kelompok itu tidak akan menerimanya, dan dia akan ditinggalkan dari apa pun permainan itu yang sedang mereka mainkan.
Dua anak laki-laki lainnya, yang terlihat tidak semenarik dua anak sebelumnya, mulai saling menendang bola. Untuk permainan ini Zoe masih ingat.
Diperkuat oleh koneksi itu, Zoe meluncur turun dari atap ke tengah-tengah kelompok itu.
“Hai!” katanya, sembari mengubah warna rambutnya menjadi warna gaun wanita itu.
“Itu arwah” kata si laki-laki menarik dengan mata terbelalak. Lalu dia berteriak “Lari!”
Zoe merasa harus memperjelas bahwa dia bukan arwah tapi seorang Aspect, tapi dia tidak yakin apakah jeritan laki-laki itu adalah bagian dari permainannya atau bukan.
“Sebenarnya, aku datang kemari untuk membawa pesan. Tapi jika kau ingin bermain, aku punya banyak waktu” katanya, sembari meluncur mengejar mereka.
Lalu dia terbang dengan gaya sekasual mungkin di samping gadis tinggi itu.
“Pakaian merahmu keren sekali! Apakah warnanya punya suatu arti?” Tanya Zoe. Tapi upayanya memulai perbincangan tidaklah penting. Saat berbicara, si gadis tinggi itu ditarik ke suatu rumah oleh si laki-laki menarik. Dia menutup pintu kayunya rapat-rapat, menutup jalur Zoe.
Zoe melihat sekelilingnya, mengetahui ternyata ada banyak manusia yang menghilang, tapi suatu keributan bisa terdengar berasal dari pusat kota.
Tidak lama, lusinan pria yang mengenakan baju zirah berlari mendekati Zoe dengan membawa tombak. Mereka mengingatkan Zoe pada senjata Pantheon.
Penjaga lokal, dugaan Zoe.
Berasumsi dia adalah arwah, para penjaga itu berteriak memperingatkan, sembari pemimpin mereka berusama merapal mantra pengusir. Itu mantra yang sangat bagus, menurut Zoe, tapi bukan yang dia inginkan. Zoe penasaran, apakah arwah-arwah sering menggganggu kota ini?
Ketika para penjaga itu mulai melempar senjata mereka ke arah Zoe, dia menciptakan meteor sihir ke arah dinding. Kemudian, the Twilight Girl menciptakan dua portal untuk menhindari tombak para penjaga, kemudian mengarahkan meteor itu ke penyerangnya.
Tubrukan meteor itu menciptakan ledakan, menyebabkan reaksi berantai dari partikel kecilnya yang terkumpul ketika meluncur, kemudian menghasilkan ledakan kedua yang mengenai para penjaga dan menara mereka—melumat area itu menjadi debu-debu halus.
“Halo?” Zoe bertanya sembari asap penghancur yang tebal berputar-putar di sekitarnya. Dia penasaran apakah si anak gadis tinggi dan anak laki-laki menarik itu telah pergi. Sepertinya sudah.
Merasa putus asa sesaat, Zoe memutuskan ingin mengunjungi pemukiman manusia yang lebih besar. Mungkin di tempat seperti itu akan ada seseorang yang mau bermain dengannya.
Zoe mengingat lokasi suatu… kota beberapa ribu tahun lalu. Mengikuti insting dan mengabaikan kegagalan sebelumnya, dia menciptakan portal menuju tempat itu. Dan dia sangat terkejut ketika gerbang itu terbuka dan ternyata mengarah ke tujuan yang dia inginkan.
“Bagus!” katanya, senang sekali bisa berpindah tempat lagi, dan dia tidak sabar ingin mengirim pesan berikutnya.
Ketika Zoe keluar, dia penasaran apakah kawah batu itu akan menuntun manusia menuju World Rune yang berada tidak jauh. Si anak gadis tinggi atau anak laki-laki menarik itu mungkin yang akan menemukannya.
Pasti akan lucu sekali jika mereka menemukannya, pikir Zoe.
Garen adalah seorang ksatria Demacia yang telah mengabdikan hidupnya untuk kerjaan serta keadilan di tempat kelahirannya. Dipersenjatai oleh baju perang yang kebal akan ilmu sihir dan juga senjata tajam apapun, Garen mengabdikan hidupnya untuk bisa melindungi kerajaan serta para prajurit lainnya.
Dilahirkan dalam sebuah keluarga Crownguard (sebuah gelar yang diberikan
untuk para keluarga yang melayani dan melindungi sang raja), Garen dan adik
perempuannya, Lux, memiliki garis keturunan sebagai legenda Demacia. Ayah
Garen, Pieter, telah menghabiskan waktunya untuk melindungi raja Jarvan III,
dan untuk melanjutkan perjuangan ayahnya, sekarang Garen harus melindungi
Jarvan IV. Tahu bahwa Garen adalah sosok yang penting untuk melanjutkan tradisi
keluarga, semua keluarga sangat mendukung keberadaan Garen sebagai pelanjut
tombak kebanggaan keluarga.
Lux
Demacia pertama kali di temukan oleh beberapa orang yang selamat dari
bencana Rune Wars, dan mereka adalah orang-orang yang mencari kedamaian setelah
kekuatan sihir menghancurkan sebagian besar dari mereka. Ada banyak orang yang
tidak mau membicarakan tentang cerita masa kegelapan tersebut, tapi paman Garen
selalu membahas hal itu. Dia dulunya adalah salah satu mata-mata Demacia
terbaik. Dengan tujuan untuk menjaga Demacia untuk tetap aman dari kekuatan
sihir, dia berani untuk berpetualang ke dunia liar di luar dinding besar
Demacia dan berkecimpung dengan bahaya. Suatu hari, sesuatu yang terlihat
seperti penyihir, mereka yang membuat Void, menyerang dinding pertahanan
Demacia. Satu hal yang harus dipahami adalah, tidak ada kedamaian yang bersifat
selamanya di dunia ini.
Tujuh bulan kemudian, paman Garen harus mati karena kejadian yang sangat
tragis. Ada yang bilang bahwa dia terbunuh dalam sebuah pertarungan, tapi Garen
akhirnya menyadari dari bisikan dari perbincangan keluarganya yang mengatakan
bahwa pamannya mati karena ilmu sihir. Hal ini membuat Garen semakin membenci
ilmu sihir yang seolah menghasilkan malapetaka dan tidak akan pernah membiarkan
hal semacam itu ada di dalam dinding Demacia. Semua yang ada di dalam sini
hanya harus mengikuti peraturan Demacia, maka semuanya akan bersih dari
pengaruh sihir apapun yang bisa merusak kerajaan ini.
Semua orang Demacia seolah sangat bergantung pada Garen setelah kematian
pamannya. Setiap ada orang asing di jalan, termasuk orang-orang yang jarang
terlihat di luar rumahnya begitu menghargai dan juga menghormati Garen. Garen
menganggap bahwa Demacia ini adalah sebuah kerajaan di mana semua orang bersatu
untuk bisa menjaga dan membantu satu sama lain. Seperti itulah Demacia yang dia
tahu, tidak pernah ada kata seseorang sendirian dalam kesulitan.
Tapi tetap saja, horor yang terus menghantuinya akan sihir ini terus ada
pada dirinya, bahkan berubah menjadi Monster dan juga kegelapan dalam
pikirannya. Dia selalu berbicara dengan sang adik, Lux, yang menguasai tentang
kekuatan sihir putih, tapi hal itu tetap saja tidak bisa menghilangkan
kekhawatirannya terhadap kekuatan apa yang telah bisa membunuh pamannya.
Garen sudah meninggalkan rumah dan bergabung dengan bala tentara Dauntless
Vanguard sejak usia dua belas tahun. Hari-hari dan malamnya selalu dipenuhi
latihan untuk menuju peperangan, tak pernah sekalipun memikirkan hal lain
termasuk teman ataupun cinta. Setiap langkahnya dia tidak pernah berhenti
memikirkan cara untuk menyempurnakan kemampuan berpedangnya, bahkan meskipun
masa belajarnya sudah selesai. Setiap malam, dia berlatih untuk terhindar dengan
pertarungan melawan bayangan masa lalunya sendiri.
Dengan berlatih bersama the Vanguard, Garen bertemu dengan Jarvan IV –
seorang pangeran yang kelak akan menjadi raja, dan tentunya tuan dari Garen
sendiri. Kehadiran Jarvan membuat Garen untuk bisa bertarung lebih keras lagi –
dia melihat kehebatan sang pangeran meski dia masih sangat muda. Mereka pun
menjadi teman dekat, dan selalu siap untuk bertarung satu sama lain. Dan ketika
masa pelatihan mereka selesai, Garen memberikan sebuah pin burung Demacia pada
Jarvan untuk mengingatkan bahwa dia akan selalu menganggapnya sebagai saudara.
Jarvan IV
Selama invasi yang dilakukan oleh Noxus di Demacia, Garen dikenal sebagai
petarung yang mendapatkan reputasi sebagai yang terbaik di Demacia, yang
terkenal akan melindungi semua orang di Demacia dengan nyawanya sendiri. Dia
rela mengambil sebuah panah untuk ditujukan kepada dada musuh untuk
menyelamatkan temannya dalam sebuah misi. Dia juga rela bertarung tanpa baju
besinya melewati Silent Forest untuk menghabisi Rancid King.
Di samping keberanian serta kemampuan bertarungnya, Garen juga pernah
merasakan kegagalan ketika tentara Noxus menyerang, di mana dia tidak mampu
melindungi pangerannya sendiri. Melawan nasihat dari tetua kerajaan, Jarvan
yang dulu masih muda bertindak gegabah dengan menyerang perkampungan Noxus
untuk membalas dendam atas hal yang mereka lakukan pada Demacia. Namun dia
malah terjebak dalam rencananya sendiri. Ternyata tentara Noxus menyiapkan
sebuah jebakan, dan Jarvan serta beberapa pasukannya ditawan oleh tentara
musuh.
Garen sangat marah pada saat itu. Dia merasa gagal karena tidak bisa
membantu Jarvan pada saat itu. Dia tahu bahwa Jarvan memang membuat keputusan
tersebut, namun dia tetap menyalahkan dirinya sendiri karena tidak bisa
mencegah hal itu terjadi. Garen kemudian memimpin beberapa pasukan untuk
mencari dan membebaskan sang pangeran.
Garen dan pasukannya akhirnya menemukan sebuah perkemahan tentara Noxus
untuk dan menemukan baju perang Jarvan yang dipenuhi oleh darah. Di sana,
tertancap sebuah pin burung Demacia yang sudah berwarna darah. Sekian lama
mencari, Garen menganggap bahwa Jarvan telah mati.
Selama berhari-hari, Garen terpuruk. Dia tidak bisa berhenti menyalahkan
dirinya sendiri atas kematian pangerannya sendiri. Padahal semua keluarga dan
juga pihak kerajaan sendiri mengatakan bahwa itu bukanlah kesalahan dirinya.
Garen ingat bagaimana kerajaan begitu mengandalkan dirinya pasca meninggalnya
sang paman. Dari situ, dia bertekad untuk bisa bangkit dan membayar apa yang
bisa dia perbuat sebagai ganjaran atas pasukan yang telah gugur di sana. Dia
kembali berlatih bersama prajurit lainnya, kembali seperti semula.
Mendengar hal ini, Jarvan III mengagumi bagaimana Garen adalah cerminan dari
Demacia itu sendiri. Sang raja memang kehilangan anaknya, tapi dia masih punya
semangat Demacia dalam diri Garen yang sudah dia anggap anaknya sendiri. Sang
raja kemudian memberikan penghargaan pada Garen, untuk mengingatkan bahwa di
sini, tidak akan pernah ada orang yang bertarung sendirian.
Sama seperti kakaknya, Lux, sang adik juga mengikuti jejak sebagai
Crownguard yang mengabdikan diri untuk menjaga Demacia. Garen tidak terlalu
dekat dengan Lux, karena Garen tidak ingin meninggalkan hal selain untuk
memperkuat dirinya dan juga pasukan-pasukan lainnya. Lux tahu bahwa Garen
sangat menyayanginya meski mereka jarang bertemu. Dia tahu satu hal, Garen
tidak ingin mengecewakan Demacia.
Sampai hari ini, Garen akan selalu siap untuk melindungi Demacia dengannyawanya. Setiap kali Garen menemukan mata-mata Noxus ataupun penyihir yangmenyusup melintasi perbatasan Demacia, Garen akan menjadi orang pertama yangmengangkat pedangnya. Dia selalu ada di belakang dinding Demacia. Dia adalahprajurit yang paling ditakuti, karena dia memiliki kekuatan, semangat, dan jugakesatuan.
CERITA PENDEK
THE SOLDIER AND THE HAG
Seorang
wanita tua menarik tali yang diikat melilit leher seorang prajurit
Demacia. Prajurit itu mencoba untuk berbicara, tapi tidak bisa karena
ulah wanita tersebut. Satu gerakan yang membuat wanita itu marah lagi
akan membuat lehernya dipotong dari badannya, kemudian helm yang
digunakannya akan menjadi sebuah pot bunga. Dari sana, wanita itu hanya
tersenyum, berharap prajurit ini mau berbicara.
Tentu saja dia
bisa melakukan apa saja pada prajurit yang satu ini kapanpun dia mau,
tapi hal itu tidak masuk dalam rencananya. Banyak yang bisa dikatakan
oleh dirinya tentang alasan dia membunuh, tapi tentu saja dia sepakat
bahwa dia hidup dengan satu tujuan tertentu. Dengan aturan tertentu. Dan
jika tanpa aturan, apakah dunia ini akan tetap ada? Mungkin ada, tapi
berantakan. Sesederhana itu.
Jika prajurit itu tidak melanggar
aturannya, dia mungkin tidak akan ada di sini, berada di tempat di mana
dia tidak ingin berada di dalamnya. Wanita tua itu menginginkan
kesenangannya, memorinya, dan juga identitasnya. Sampai semuanya sudah
didapat, maka hal yang harus dilakukan berikutnya adalah hanya tinggal
mengambil pot bunga tadi.
Sebuah teriakan suara yang mencerminkan rasa sakit terdengar dari dekat pintu gua. Salah satu pengawalnya, tidak diragukan lagi.
Kemudian muncul teriakan lainnya.
Dan datang satu lagi.
Malam ini sepertinya akan menjadi malam yang menarik.
Dari
apa yang bisa dia tahu, wanita itu menyadari bahwa ada suara sepatu
besar melangkah memasuki mulut gua yang becek menuju ke arahnya. Ketika
suara langkah itu akhirnya berhenti, seorang lelaki tampan dengan bahu
yang sangat tegap menatap ke arahnya dari ujung gua sana dan hanya
diterangi oleh cahaya dari obor di tangannya. Dari matanya terlihat
bagaimana darah begitu mengalir dengan menggebu-gebu di dalam dadanya.
Meskipun, berada jauh darinya, wanita tua itu bisa mencium bau amis yang
menempel di baju besi lelaki tadi, sesuatu yang bisa mementalkan ilmu
sihir. Sesuatu yang tidak disukai olehnya.
Tentu saja, malam ini akan menjadi malam yang sangat menarik.
Seorang prajurit lainnya, dengan pedang besar di tangannya berjalan ke arahnya mendekat naik ke takhta tempat duduknya.
Wanita
itu kemudian tersenyum, menunggunya untuk mengangkat pedangnya lalu
mengiris kepalanya. Prajurit itu akan terkejut jika dia tahu apa yang
akan terjadi selanjutnya.
Namun yang terjadi adalah, prajurit itu malah melepaskan pedangnya lalu duduk di atas tanah.
Tanpa
mengucap sepatah katapun, dia menatap ke arah mata wanita tersebut.
Mereka bertatapan cukup lama, seolah tak ada yang bisa membuat mereka
berkedip.
Apakah ini adalah cara yang dia lakukan untuk membuat
wanita itu marah? Apakah dia memang hanya ingin menunggu wanita itu yang
berbicara terlebih dahulu?
Sepertinya begitu.
Tapi tetap saja, ini membosankan.
“Apakah kau tahu siapa aku?” tanya wanita tersebut.
“Kau
telah merebut banyak sekali pikiran dan juga memori manusia.
Orang-orang bilang kau sudah berumur tua sama seperti tempat ini. Kau
adalah the Lady of the Stones” balasnya dengan percaya diri.
“Ha!
Bukan itu nama yang mereka berikan padaku, dan aku tahu itu. Rock Hag.
Itulah nama yang mereka bisa ucapkan. Kau takut kau akan membuatku marah
jika kau menggunakan nama itu, ya? Kau ingin mencoba secara halus?”
katanya.
“Tidak” balas lelaki tersebut “Aku hanya menganggap bahwa
itu adalah nama yang sangat tidak pantas diucapkan. Sangat tidak baik
berkata sesuatu yang buruk pada seseorang di rumahnya sendiri.”
Wanita penyihir tua ini akhirnya sadar bahwa lelaki yang ada di depannya ini sedang tidak bergurau.
“Dan namamu sendiri?” tanyanya. “Apa yang orang-orang panggil?”
“Garen, sang Crownguard dari Demacia.”
“Begini
peraturannya, Garen si Crownguard dari Demacia” katanya. “Kau kemari
karena kau sudah banyak kehilangan prajuritmu. Benar begitu?”
Garen mengangguk.
“Apakah kau bermaksud membunuhku?” tanyanya lagi.
“Aku
tidak bisa berbohong. Aku kemari demi satu tujuan, kau yang mati atau
aku yang mati, jadi jawabannya adalah iya.” Jawab Garen.
Wanita itu tertawa.
“Kau
ingin menghabisiku? Mungkin kau akan bisa membuatku sedikit terluka
oleh baju perangmu itu.” Dia menggerakkan tangannya untuk mengencangkan
tali yang diikat pada leher seorang prajurit tadi. “Dan tentu saja, jika
kau mengacungkan pedangmu ke arahku sebelum kita setuju, aku akan bisa
melakukannya dengan cepat sehingga kau akan mendengar suara leher yang
patah di sisa umur hidupmu.”
Sebagai penegasan, dia menarik kembali tali tersebut.
Tatapan mata Garen masih tidak bergerak dari mata wanita penyihir itu.
“Jadi,
aturannya begini. Jika kau bisa memberiku sebuah memori yang lebih
menarik untukku daripada orang yang aku ikat ini” katanya sambil membuka
helm prajurit tersebut “Aku akan mengambil milikmu, dan akan ku
kembalikan dirinya.” Matanya menatap ke arah Garen yang terlihat tidak
memiliki keraguan sedikitpun. “Jika kalian tidak bisa, ya…” dia
mengencangkan cengkeraman tangannya pada leher prajurit itu. “Jika salah
satu dari kita berusaha untuk melanggar, maka mereka bisa melakukan
apapun pada yang melanggar tanpa adanya perlawanan. Apakah kau setuju?”
“Setuju” sahut Garen dengan cepat.
“Lalu
bagaimana dengan tawaran yang kau punya. Seberapa berhargakah nyawa
prajurit ini untukmu? Maafkan aku, aku lebih baik menyebutkan namanya.
Tapi aku lupa” katanya.
“Aku juga tidak tahu namanya. Dia baru bergabung dengan batalion yang aku pimpin” balas Garen.
Penyihir itu kemudian mengerutkan alisnya. Sepertinya prajurit ini tidak tahu apa yang akan dia hadapi.
“Aku
menawarkan memoriku” katanya “dari masa kecilku. Adikku dan juga
pamanku yang sudah berjuang mati-matian melawan musuh. Kami sudah banyak
menikmati tawa berjam-jam. Kenangan itu sungguh berharga, dan aku rela
hal itu diambil oleh makhluk sepertimu.”
Wanita itu bermain-main dengan matanya melihat ke sana kemari.
“Kau
tidak menghormatiku” katanya. “Kau pikir itu semua cukup untuk memenuhi
hasratku.” Dia memeluk kepala prajurit di depannya dengan tangan,
menghisap secara perlahan memori dari kepalanya. “Aku ingin… semuanya.
Rasa sakit, rasa bingung, dan juga amarah. Itu semua akan membuatku
tampak muda” dia tertawa, menggerakkan jarinya ke seluruh wajahnya yang
terlihat mengerut.
“Aku menawarkan masa-masa tersulitku, saat ketika pamanku mati” kata Garen.
“Masih tidak cukup. Kau membuatku bosan” kata the Lady of Stones, sambil kemudian menarik kembali talinya.
Garen
kemudian berdiri dan membuka pedangnya. Perasaan wanita tadi berubah
menjadi nafsu membunuh karena tidak sabar dengan apa yang akan dia
tawarkan padanya. Tapi bukannya menyerang, Garen malah kembali berlutut
menundukkan kepalanya dan dengan lembut mengarahkan pedangnya pada
wanita itu untuk digunakan ke arahnya.
“Silahkan cari sendiri di
dalam kepalaku” katanya. “Ambil apapun yang kau inginkan. Aku masih
muda, tapi aku sudah melihat banyak hal, dan sudah mengalami banyak
kejadian yang mungkin akan membuatmu tertarik. Kau pasti akan tergoda
untuk mengambil lebih dari satu memoriku, dan tentunya aku akan
menusukkan pedang ini padamu, tapi semua memori yang kau dapatkan adalah
milikmu.”
Wanita itu hanya bisa tersenyum. Lihat bagaimana anak
muda ini! Apakah dia pikir aku bisa puas dengan semua yang dia punya
daripada mengambil milik prajurit lainnya?
Semangatnya, atau bahkan kecerobohannya sungguh begitu meyakinkan. Satu hal yang harus dihormati.
Dengan
menjilat bibirnya sendiri, wanita itu kemudian meletakkan telapak
tangannya ke arah kepala Garen. Dia menutup matanya dan melihat satu
bayangan hitam di dalam kepalanya.
Semuanya kemudian diisi oleh
memori Battle of Whiterock. Dia merasakan bagaimana enaknya makanan yang
dihidangkan dalam pernikahan salah satu letnan perangnya. Dia juga
merasakan bagaimana jiwa kesendiriannya ketika kehilangan sosok teman di
pertarungan Brashmore.
Kemudian ada adik perempuannya.
Dia
merasakan cinta Garen yang begitu menyayanginya, bercampur dengan…
sesuatu. Apa ini? Ketakutan? Kengerian? Rasa tidak karuan?
Wanita
itu masuk lebih dalam lagi, melawati alam bawah sadar. Tangannya
menembus pikiran anak muda itu, mengetahui hal lebih lanjut tentang
sosok adiknya dengan senyuman di wajahnya. Baju perang anti sihir yang
dia kenakan ternyata membuatnya kesulitan untuk masuk lebih dalam, tapi
dia tetap memaksa. Sampai akhirnya–
Masa kecilnya. Mereka berdua
tengah bermain mainan. Sang anak laki-laki melakukan sebuah kecurangan
ketika bermain. Wanita itu bilang bahwa itu tidaklah adil, mereka
memiliki kekuatan sihir. Seharusnya semuanya dipertarungkan dengan
tangan kosong. Anak laki-laki itu kemudian tertawa dan melempar mainan
tanah liatnya tadi. Marah, wanita kecil itu kemudian menembakkan sebuah
cahaya sihir dari jarinya. Kemudian anak lelaki itu tidak bisa melihat
untuk sementara waktu, kebingungan, dan tentu saja ketakutan Wanita itu
kemudian ditarik oleh ibunya, tapi sebelum ibunya meninggalkan ruangan,
dia berlutut dan memberi tahu sang anak laki-laki tadi bahwa dia tidak
benar-benar melihat apa yang pikir dia lihat. Itu semua bukanlah hal
nyata, hanya permainan. Anak lelaki itu hanya terdiam dan tak bisa
berkata apa-apa. Dia mengangguk. Semuanya hanya permainan. Adiknya
bukanlah seorang penyihir. Dia tidak mungkin seorang penyihir. Dia terus
mendorong memorinya sedalam mungkin.
Wanita itu terus meregangkan
tangannya, dia terus mencari memori demi memori yang ada pada masa
kecil prajurit ini. Semuanya dipenuhi oleh cahaya. Semuanya terkubur
dalam. Semuanya bercampur antara cinta, ketakutan, pelarian, amarah,
pengkhianatan, dan juga perlindungan.
Prajurit ini tidak salah, ini semua adalah hal yang sangat menarik. Lebih baik dari yang pernah selama ini dia nikmati.
Wanita
itu kemudian tersenyum. Prajurit yang satu ini sangat cerdas dengan
menyimpan pedang di depan tubuhnya. Kini pedang itu sudah menancap
dalam, tapi itu semua tidaklah cukup. Setelah dia berhasil mengambil
semua memori ini, prajurit itu akan lupa akan apa yang pernah dia alami.
Dia bisa mengambil semua yang dia inginkan.
Dia meregangkan
jarinya lebih besar lagi, menjangkau lebih banyak memori yang bisa dia
ambil terutama tentang adiknya. Dia mengambil semua kenangan itu sebelum
dia menarik dirinya keluar dari sana.
“Ya” katanya, kemudian membuka matanya. “Silahkan pergilah.” Dia menunjuk ke arah mulut gua.
“Tawaranmu kuterima. Aku telah mengambil semua memori selama seumur hidupmu. Ambil prajuritmu itu dan pergilah.”
Garen
berdiri dan bergerak ke arah prajurit yang tengah terluka itu. Dia
berlutut dan membantunya berdiri dan berjalan keluar gua tanpa
mengalihkan matanya dari wanita tersebut.
Dia waspada. Takut akan wanita tersebut mengkhianatinya. Sungguh malang sekali jika dia menyadari apa yang baru saja dia alami.
Garen kemudian berhenti.
Dia menjatuhkan teman prajuritnya terlebih dahulu dan menerjang ke depan ke arah matanya.
Wanita
itu kemudian panik akan apa yang dia hadapi. Prajurit ini terlalu
besar, terlalu cepat, dan sudah terlambat untuk bereaksi. Dari tangannya
dia hanya bisa mengeluarkan energi sihir. Tapi yang ada di pikirannya
hanyalah bagaimana caranya dia bisa mengambil lagi memori dari Garen
lagi. Matanya juga tidak terlepas pada prajurit yang mendekat ke arahnya
dengan cepat. Di sana, dia melihat bagaimana memori yang membuatnya
ingin mengambilnya, sampai akhirnya tidak ada lagi yang bisa –
Dia
merasakan dirinya kedinginan. Sesuatu di dalam tubuhnya yang terbuat
dari baja adalah sumber dari semua ini. Semakin lama semakin kuat dan
membuat tenggorokannya mendidih.
Wanita sihir itu kemudian melihat
ke bawah ke arah pedang Garen yang menembus tubuhnya. Terlihat darah
merah dan juga cairan hitam yang keluar dari bekas lukanya membanjir
sarung tangan Garen. Perlahan matanya mulai kabur.
Prajurit ini lebih cepat dari yang dia pikirkan.
“Mengapa?” dia mencoba mengatakan sesuatu, tapi yang ada hanya sebuah batuk yang mengeluarkan cairan hitam.
“Kau berbohong” jawab Garen.
Wanita itu membalas dengan senyuman serta cairan asam yang keluar dari giginya. “Bagaimana kau tahu?”
“Aku merasa… lebih ringan. Tidak ada beban lagi di dalam hatiku” balas Garen.
Wanita kemudian berkedip.
“Aku merasakan hal yang aneh. Kembalikan milikku.”
Dia berpikir untuk sesaat seiring dengan darahnya berkecamuk dengan lumpur yang menggenangi lantai gua ini.
Jari
dari wanita itu mati rasa ketika menempatkan jarinya di dalam tulang
tengkorak Garen, dan ternyata memaksa memori-memori itu terbang kembali
ke dalam pikirannya. Garen menggigit giginya sendiri menahan rada sakit
dan ketika membuka matanya, wanita itu melihat bahwa Garen telah
mendapatkan semua hal yang dia inginkan. Dia telah dibodohi.
“Mengapa
kau menawarkan semua ini?” tanya wanita sihir. “Kau lebih kuat dari
yang aku pikirkan. Sangat kuat. Dengan berbicara denganku terlebih
dahulu atau tidak, kau masih akan tetap bisa mencincangku menjadi
berkeping-keping. Mengapa kau malah menawarkan memori milikmu terlebih
dahulu?”
“Membiarkan tuan rumah terluka tanpa menawarkan sesuatu terlebih dahulu adalah hal yang…tidak sopan.”
Wanita itu tertawa.
“Apakah itu peraturan dari Demacia?”
“Lebih
tepatnya peraturanku” kata Garen, kemudian menarik pedangnya dari tubuh
penyihir itu. Darah mengucur deras dari dalam tubuhnya. Dia sudah mati.
Garen
tidak ingin berlama-lama menatapi kematian wanita itu. Diapun segera
menuju ke arah prajurit tersebut dan membawanya kembali ke Demacia.
Dan tanpa peraturan, Garen berpikir, akan menjadi seperti apa dunia ini?