Fiddlestick League of Legends

fiddlestick the harbinger of doom

Niram dengan temannya sesama perampok sedang mengendarai kuda di hari yang cerah. Dia mengencangkan ikatan tas yang dipasangkan di kudanya. Masing-masing diisi oleh pisau-pisau yang sudah dipahat dengan baik, mantel bulu, serta beberapa potong daging. Beberapa barang curian ini telah membuat kudanya memikul terlalu banyak beban sehingga dia memutuskan untuk kembali ke tempat persembunyian mereka.

Minesh memperlambat laju majunya berjalan di sebelah Niram.

“Mengapa kau berjalan pelan?” tanyanya.

“Seseorang yang baik kepada kuda yang dia kendarai akan menerima hal yang serupa dari kuda tersebut,” jawab Niram.

“Ya, mungkin dia akan bisa dijual dengan harga lumayan di pasaran,” kata Minesh. “Dia sudah terlalu tua untuk ditunggangi.”

“Tidak. Kuda yang kau bilang tua ini telah menapaki berkilo-kilo meter jalan,” jawab Niram. Minesh mendahuluinya sambil menganggukan kepalanya.

Mereka akhirnya tiba di sebuah lapangan yang luas yang tidak jauh dari gua persembunyian mereka, matahari sudah terlihat di ufuk barat. Alunan angin menggoyang rumput di sana. Gundukan jemari berserakan seperti mayat di medan perang. Memandang seluruh pada ini, terlihat ada sebuah orang-orangan sawah dengan jerami yang berdiri tegak di atas dua bilah kayu kecil. Benda itu ditiup angin seperti hendak terbawa terbang, namun dengan sebuah sabit di sisi satu tangan lainnya.

Tak butuh waktu lama untuk keduanya berjalan melewati padang rumput melalui semak dan hampir tiba di mulut goa yang menganga.

Setelah berjalan pelan, dia akhirnya sampai di dekat kuda lainnya yang berdiri di pintu masuk gua, Niram bergabung dengan perampok lainnya yang sedang membakar api unggun di dalam gua. Rimeal, seorang lelaki dengan bekas luka yang membagi wajahnya mengangguk. Niram merogoh sakunya untuk melihat harta karun yang dia dapat: sebuah berlian merah menggantung dengan rantai.

Niram mengingat saat di mana dia melihatnya menggantung di leher seorang bangsawan wanita. Dirinya dan Rimeal biasa memperingatkan pedatang yang melintas akan bahaya perampok di sekitar sini, yang ternyata memang mereka lah perampoknya.

Memang para pegawal kereta telah menyadari adanya jebakan, tapi itu semua tidaklah cukup. Niram dengan cepat membungkam mereka dengan pedangnya yang menyabet satu orang dari mereka, sementara Rimeal melakukan hal yang sama pada penjaga yang lainnya. Sementara temannya yang lain mencoba untuk menghentikan laju kereta dengan anak panah, Niram memasuki kereta tersebut lalu meminta kalung itu dengan kasar. Niram lebih sigap menghalau wanita yang menyerangnya dengan pisau. Dia membalas dan kalung pun bisa dengan mudah didapatkan setelahnya

Niram menggenggamnya lalu dibersihkannya dari darah yang terciprat dari leher wanita tadi. Kemudian kalung itu dimasukkan ke dalam sakunya lagi setelah dia mendengar suara erangan kuda yang berdiri di dekat pintu masuk tadi.

“Ada tikus dalam jerami lagi?” Niram menjawab.

“Mereka melompat takut pada burung itu!” kata Rimeal.

“Bukan sekedar burung,” kata Minesh. “Itu adalah gerombolan burung kematian yang paling menakutkan … gagak!”

Mereka semua yang mendengar hal tersebut kemudian tertawa terbahak-bahak.

Memang benar, sebuah burung hitam pekat terbang di atas mereka memasuki gua, suara teriakan menggema mengganggu Niram. Dia melihat burung itu terbang berputar-putar di atas kepalanya. Dan burung itu tidak sedang mencari tempat untuk melahirkan. Gua itu seketika sunyi.

Kesunyian itu kemudian terpecah setelah ratusan burung gagak tiba-tiba masuk ke dalam gua dengan cepat disertai paruh dan cakar yang menakutkan. Semua orang yang ada di sana berteriak kesakitan ketika kulit mereka mulai terkelupas oleh ulah burung-burung tersebut. Satu gagak terbang ke arah Niram dan mengoyak pundaknya, membuat darah mengucur setelah dia membuat burung itu pergi.

Niram terjatuh ke atas tanah, mengerang ke sakitan di dalam gua. Di luar, gagak-gagak sudah banyak terbang menyelimuti bulan di langit. Suara teriakan gagak dan juga orang di dalamnya ini menggema menyerupai suara yang menakutkan yang pernah terdengar.

Dia melihat Rimeal lagi dan menemukan dirinya sudah bermandikan darah. Niram kemudian bersuha mencapai semak untuk bersembunyi di luar gua. Dia tidak ingin mati oleh burung-burung ini!

Di dekat semak tadi, gagak-gagak terbang dalam formasi lalu mengarah membentuk sebuah sosok. Orang-orangan sawah itu berdiri dengan kedua tangannya yang melebar membentuk salib diikuti oleh badai angin. Mulutnya tersobek lebar seolah tersenyum. Malapetaka segera datang: wajahnya menganga memperlihatkan giginya diikuti oleh gagak yang mengeluarkan gagak dari dalamnya

Orang-orangan sawah itu berbalik dan memandang lurus ke arah Niram. Matanya bersinar menyala di tengah padang yang hijau. Niram tak pikir panjang untuk berlari sekuat tenaga. Mahluk menyeramkan itu mengikutinya, melompat-lompat dengan cepat dengan kaki kayunya dengan kecepatan tinggi. Bau jerami busuk ini tercium jelas di penciuman Niram.

Niram sekilas berbalik ke belakang melihat sejauh mana mahluk itu mengejarnya. Kakinya menjadi sasaran pertama. Niram terjatuh dan mengerang kesakitan. Dia berteriak sambil ketakutan. Nafasnya terengah-engah. Bercampur ketakutan dan kelelahan. Usahanya untuk bangkit dan kembali berlari tak kunjung terlaksana. Yang bisa dia lakukan sekarang hanya pergi sebisa mungkin menggunakan kedua tangannya untuk lari dari kematian yang ada di belakangnya. Tapi orang-orangan sawah tersebut datang dari atas menginjak tubuhnya hingga menempel pada tanah.

Monster itu menarik kepala Niram untuk dipotong lehernya. Sebuah teror yang menakutkan menyelimuti Niram ketika sosok orang-orangan sawah itu menyentuhnya, kedua wajahnya hampir bersentuhan. Mulut mahluk itu dipenuhi oleh cairan aneh yang seolah menyerap jiwanya.

“Kau telah menyentuh wilayah kekuasaanku,” kata orang-orangan sawah itu. Suaranya dingin sekali seperti mayat hidup. “Dan semua yang tumbuh di sini adalah kepunyaanku.”

Seketika gagak-gagak pembunuh menyelubungi Niram dengan cakar yang tajam serta paruh lebarnya.

UDYR THE SPITIR WALKER

Udyr The Spiter Walker

Melalui Kami, Keinginan Alam Akan Terpenuhi

~Udyr~

Udyr

Udyr lebih daripada manusia; dia adalah bejana dari empat roh binatang yang tidak bisa dijinakkan. Ketika masuk kedalam kebengisannya, Udyr dapat memanfaatkan tenaga uniknya: harimau memberikan dia kecepatan dan keganasan, kura-kura ketahanan, beruang kemuliaan, dan phoenix api eternal. Dengan kombinasi kekuatan, Udyr dapat menjatuhkan setiap orang yang mencoba menyakitinya.

Di Freljord, ada kasta yang hidup di luar masyarakat. Mereka adalah tawanan dari dunia alamiah: the Spirit Walkers. Pada suatu generasi, seorang anak telah lahir di bawah bulan merah darah, anak yang dipercaya hidup di dua dunia roh dan manusia. Anak ini dibawa ke Spirit Walker untuk melanjutkan garis keturunan dukun. Udyr adalah anak tersebut, dan tahu benar akan auman serigala jauh sebelum dia belajar bahasa nenek moyangnya. Melalui Spirit Walker, Udyr suatu hari belajar makna dari panggilan roh dan menyeimbangkan alam. Spirit Walker seringkali memberitahu Udyr bahwa dia akan dites lebih daripada yang lainnya, karena roh dari Freljord bertumbuh lebih cepat, walaupun alasannya masih belum jelas.

Jawabannya datang di saat musim salju, selagi Udyr dan Spirit Walker diturunkan dari sosok mengerikan yang dikenal dengan bisikan mengerikan: the Ice Witch. Mengetahui bahwa bocah ini akan mudah dimangsa, Spirit Walker melindungi anak ini dari serangannya dengan ganti nyawanya. Diliput kesedihan, Udyr marah, dan dia merasakan Freljord pun menangis dengannya. Saat itu, bocah ini memeluk roh alam yang sakti dan menjadi hewan buas. Bepergian dengan kekuatan itu, kemarahan Udyr menggoncangkan gunung dan menyebabkan reruntuhan. Setelah Udyr berhasil melewati kedingingan, Ice Witch tidak dapat ditemukan dimana-mana.

Selama bertahun-tahun, suku di utara belajar untuk menghindari orang liar ini. Dan suatu saat, Udyr mencium bau dari orang yang melewati daerahnya tanpa rasa takut. Bertekad untuk mengejar pengusik hidupnya, dia bertarung, hanya untuk dikalahkan dengan mudah. Orang liar ini menyerang orang asing lagi dan lagi, hanya untuk disingkirkan langsung. Kelelahan dan terkalahkan, Udyr merasa kemarahannya surut dan menguak siapa yang bodoh sebenarnya. Lee Sin datang untuk mencari bimbingan dari Spirit Walker tetapi dia malah bertemu dengan orang yang juga kehilangan arah. Biksu ini berjanji untuk membenarkan jalan Udyr dan memimpinnya ke kuil yang dijaga oleh empat roh eternal yang kuat dan bijaksana. Disana, Udyr menemukan harmoni.

Lee Sin membawa Udyr ke tempat dimana ada kontras ke tempat lahirnya. Bertahan hidup bukan hanya hukum yang mengatur kehidupan di Ionia dan makhluk di dalamnya. Untuk pertama kali, Udyr merasakan kedamaian dengan roh yang mengelilinginya dan menemukan ketenangan dengan manusia. Waktunya bersama dengan para biksu mengajarkan dia untuk mengatur nalurinya, sementara meditasinya mengajarkan dia kebijaksanaan. Melalui mereka, Udyr belajar untuk menjadi Spirit Walker selanjutnya.

Udyr berhutang banyak kepada para Ionian. Itu adalah hutang yang dia tidak ingin ingat, tetapi dia akan bayar berkali-kali lipat. Ketika pasukan Noxus datang, Udyr tidak tinggal diam selagi tentara tersebut menindas Ionia yang dapat – dia tidak lupa untuk unjuk gigi. Udyr menerjang pasukan itu dengan keganasan dan membuat mereka ketakutan. Dari pepohonan, cakarnya merobek Noxia; di hulu sungai, dia melempar mereka kembali sepert banjir, dan disana dia menghabiskan mereka semua dengan api ganas. Hanya ketika para Noxian pergi dengan ketakutan Udyr mulai mereda.

Kedamaian kembali ke Ionia, tetapi Udyr tetap merasakan sesuatu yang berbeda dibanding yang sisanya. Roh dari Freljord memanggilnya, memperingati ada kejahatan dari dalam es. Udyr mengerti ancaman utama yaitu dari Ice Witch dia adalah pemimpin dari kegelapan yang hebat dan menyelubungi dataran. Bersenjatakan roh dari kuil tersebut, Udyr kembali ke Freljord, berusaha mempertahankan dunia dari mereka yang mengancam keseimbangan.

Nunu &Willump the Boy and His Yeti

Nunu & Willump the Boy and His Yeti

Salah satu dari suku Notai, suku nomaden yang berkelana di Freljord, Nunu belajar dari ibunya, Layka, di balik segala hal terdapat sebuah cerita. Bersama-sama, mereka mengumpulkan kisah yang diubah Layka menjadi lagu. Bagi Nunu, tidak ada yang menyamai serunya berjalan dari desa ke desa, sambil mendengar ibunya menyanyikan para pahlawan kuno. Dengan musik dan tarian, kaum Notai mengadakan satu perayaan terakhir pada siapa saja yang mereka temui, saat dinginnya musim beku mulai tiba.

Mengendarai gelombang dingin yang keluar dari sayap Anivia, hatinya berdetak dengan ritme lagu yang gembira, dunia Nunu memiliki begitu banyak peluang..

Di hari penamaan kelimanya, Layka memberi Nunu hadiah spesial: sebuah suling, agar dia bisa memainkan melodi itu sendiri. Di dalam keamanan kereta, mereka berdua bernyanyi bersama mengikuti senar yang memainkan lagu kesukaan Layka, merekam semua tempat yang pernah mereka lalui bersama, dan tahun-tahun terus berlalu.

Ketika karavannya diserang perompak, Nunu terpisah dengan ibunya. Dia dibawa ke tempat aman oleh sekelompok Frostguard, anak-nak suku Notai yang selamat dibawa ke desa terdekat di dekat kota besar mereka. Nunu penasaran dengan apa yang terjadi pada Layka, dia menunggu untuk mendengar lagunya di antara angin.

Salju turun. Beberapa pekan berlalu.

Nunu sangat merindukan ibunya, tetapi para Frostguard memastikan tak ada anak yang mampu mencarinya dengan aman. Mereka bahkan tidak terkesan saat dia menunjukkan suling yang kini dia namakan Svellsongur— nama pedang agung yang hanya ada di dalam imajinasinya.

Nunu semakin sering menyendiri, melarikan diri ke dalam lagu-lagu ibunya—legenda dan pahlawan kuno. Dia mendambakan dirinya menjadi salah satu pahlawan itu, seorang pejuang seperti Frostguard, yang mampu menyelamatkan ibunya. Dia bahkan bertemu pemimpin mereka, Lissandra, yang terus bertanya tentang kisah-kisah ibunya, dia selalu mencari informasi tentang satu lagu khusus.

Tak ada yang percaya Nunu mampu menjadi pahlawan, bahkan anak-anak suku Notai lainnya, mereka menggoda sulingnya ketika mereka kini memiliki pisau. Tapi Nunu memahami lagu di dalam hatinya, dan di satu malam, dia harus membuktikan dirinya dan mendapatkan bantuan Frostguard untuk mencari ibunya.

Dari Lissandra, dia mempelajari seekor monster kejam yang membunuh seseorang yang menginginkan kekuatannya, mengalahkan setiap Frostguard yang dikirim setiap tahunnya, tanpa bisa kembali. Ada satu lagu yang dinyanyikan ibu Nunu… apakah itu lagu yang selalu ditanyakan Lissandra? Tiba-tiba, Nunu mengerti. Lissandra ingin tahu tentang yeti itu.

Nunu dapat menamai monster itu. Hal itu akan menjawab tantangannya, dan merasakan amarah Svellsongur!

Menggunakan sulingnya untuk menjinakkan kawanan elkyr, Nunu menyelinap ke dalam salju. Seorang anak berkelana untuk menghadapi seekor monster, dia akhirnya menjalani legenda yang bahkan tak bisa dia bayangkan.


Sebuah ras kuno dan mulia yang dahulu menguasai pegunungan Freljord, peradaban yeti hancur akibat malapetaka es. Terpaksa menyaksikan kaumnya menjadi liar setelah kehilangan sihirnya, satu yeti bersumpah melindungi kekuatan mereka yang tersisa—sebuah permata yang menyimpan impian beku manusia yang berada di dekatnya.

Sebagai yeti sihir terakhir, sang perjaga itu juga dibentuk oleh kecerdasan. Meski dia telah dipilih untuk menjaga sihir itu hingga dibutuhkan kembali, dia tak bisa menemukan wadah yang pantas. Pria yang sebelumnya pernah mengusik reruntuhan rumahnya hanya memiliki kejahatan di dalam hatinya … maka monster itu membalas mereka dengan taring dan cakar.

Tapi sang penjaga tahu dia melupakan sesuatu. Namanya … dan nama mereka yang dia sayangi…

Dahulu, terdapat sebuah lagu.

Semua itu berubah ketika Nunu memasuki reruntuhan itu. Setelah ratusan tahun penjagaan yang berhasil, monster itu telah siap mengakhiri nyawa anak lelaki itu, dia tergerak ketika merasakan ada manusia yang mendekat.

Secara tidak terduga, permata itu mengeluarkan gambar-gambar pahlawan mengalahkan naga dan memenggal ular kuno dari pikiran anak lelaki itu. Anak itu berteriak, mengeluarkan sulingnya seperti pedang yang gagah berani. Tapi tiupannya tidak pernah datang, karena anak lelaki itu juga melihat gambar pahlawan-pahlawan mengelilinginya, dia memahami kebenaran melebihi lagu yang dinyanyikan ibunya…

Ketika dia memandang penjaga itu, dia bukan melihat monster. Dia melihat seseorang yang membutuhkan teman.

Masih mengamuk, yeti itu tidak mengira akan terkena bola salju pertama di wajahnya. Atau bola kedua. Pertarungan bola salju ! Dengan amarah, kemudian terkejut, lalu bahagia, penjaga itu ikut bermain, dibentuk bukan oleh rasa takut, tapi imajinasi anak kecil. Dia menjadi semakin berbulu dan bersahabat. Raungannya berubah menjadi suara tawa.

Hingga secara tidak sengaja makhluk itu mematahkan suling anak itu.

Saat anak itu mulai menangis, sang penjaga merasakan kesedihan keluarga mulai terbentuk di sekitar permata itu. Selama ratusan tahun, dia melihat ke sana dan melihat kematian kaumnya — ancaman yang telah mereka kubur, pengkhianatan si buta —dan kini, dia melihat sebuah caravan yang terbakar. Dia mendengar suara terbawa angin. Dia merasakan hal lain di dalam anak lelaki itu, sesuatu yang belum pernah dia rasakan dari manusia, bahkan tidak dari tiga saudari yang dahulu mendatanginya. Itu adalah rasa cinta, yang melawan kesedihan.

Di saat itu, sang penjaga memahami harapan satu-satunya Freljord sudah berada di dalam diri anak ini. Sihir yang dia jaga selama ini hanyalah alat; hal yang benar-benar penting adalah hati yang membentuknya. Dengan gestur, sihir beralih dari permata ke dalam anak itu, memberinya kemampuan untuk mengubah imajinasinya menjadi nyata. Untuk memperbaiki sulingnya, membekukannya di dalam mimpi yang kemudian mengeraskannya menjadi True Ice.

Membayangkan seorang sahabat bernama “Willump.”


Melarikan diri ke tebing Freljord, hati Nunu dan kekuatan Willump kini menjadikan pasangan itu dapat melakukan segala hal yang tak bisa mereka lakukan sendirian: untuk bertualang! Mengikuti lagu-lagu ibu Nunu, mereka berguling dengan liarnya dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan harapan ibunya masih ada di luar sana.

Tapi Willump memahami dengan adanya sihir dan harapan terdapat pula tanggung jawab. Suatu hari permainannya akan berakhir, saat es hitam di jantung Freljord meleleh, dan meleleh lagi …

League Of Legends Braum the Heart of the Freljord

BRAUM

Braum the Heart of the Freljord

Diberkati dengan otot yang kuat dan jiwa pemberani serta kumis yang dibiarkan tumbuh begitu saja, Braum begitu sangat dicintai oleh semua orang. Semua orang tahu tentang kekuatan legendaris yang dimiliknya, membawa keadilan ke dalam senyumannya. Diberkati dengan sebuah tameng besar dan berat yang selalu dia bawa, dia berkeliling dunia membawa kebaikan pada teman dan juga musuh.

Kisah braum

KUBURAN ANAK TROLL

”Mau mendengar cerita sebelum tidur?”

”Nek, aku bukan anak kecil lagi.”

”Tidak apa-apa kok.”

Gadis itu dengan berat hati naik ke tempat tidur dan mendengarkan. Dia tahu dia tidak bisa melawan perintah neneknya. Angin dingin sedang berhembus di luar, memutar-mutar butiran salju seperti pusaran.

”Cerita tentang apa ya? Bagaimana kalau cerita tentang si Penyihir Es?” tanya neneknya.

”Nggak, nggak mau.”

”Bagaimana kalau cerita tentang Braum?” Gadis itu tidak menjawab. Sang wanita tua tersenyum. ”Ada banyak cerita tentang dia. Nenekku dulu pernah cerita tentang bagaimana Braum melindungi desa kita dari serangan naga yang buas! Atau mungkin, cerita saat dia menghentikan lautan lava! Atau -” Dia berpikir dan meletakkan jarinya di bibirnya. ”Apa aku sudah pernah menceritakan bagaimana Braum mendapatkan perisainya?”

Sang gadis menggelengkan kepalanya. Perapian di dekatnya membara, menahan suhu angin yang dingin dengan kehangatan api di dalamnya.

”Begini ceritanya. Di gunung di atas desa kita ini, ada seorang pria bernama Braum -”

”Itu aku sudah tahu!”

”Biasanya dia sibuk dengan sawahnya atau mengurus ternak domba dan kambingnya, namun dia adalah pria paling baik hati yang pernah ada. Di wajahnya selalu terdapat senyum manis dan tawa bahagia selalu menghiasi bibirnya.

”Nah, pada suatu hari, terjadi suatu musibah. Seorang anak Troll yang umurnya tidak jauh beda denganmu – memanjat gunung itu dan menemukan sebuah gua yang berada di tengah gunung. Pintu masuknya tertutup oleh pintu batu yang besar dengan serpihan Es Murni di tengahnya. Saat dia membuka pintunya, dia tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Gua tersebut penuh dengan emas, berlian, harta apapun yang pernah kamu bayangkan!

”Sayangnya, dia tidak tahu bahwa tempat itu sebenarnya adalah jebakan. Sang Penyihir Es telah mengutuk tempat itu – dan saat anak Troll itu masuk, pintu ajaib itu tertutup dan mengunci dia di dalamnya! Dia berusaha keras, namun apapun yang dia lakukan, dia tetap tidak bisa keluar.

”Seorang gembala yang kebetulan lewat mendengar suara tangisannya. Semua orang pun langsung datang untuk membantu, tapi bahkan prajurit terkuat pun tidak mampu membuka pintu tersebut. Orang tua dari anak itu juga berada di sana. Suara tangisan ibunya menggema di seluruh penjuru gunung. Sepertinya tidak ada harapan lagi untuk menyelamatkannya.

”Tiba-tiba, semua orang dikejutkan oleh suara tawa dari kejauhan.”

”Pasti itu Braum!”

”Kamu pintar sekali! Braum mendengar suara tangisan mereka dan segera datang ke tempat itu. Para penduduk desa menjelaskan padanya tentang si anak Troll dan kutukan tempat itu. Braum tersenyum dan mengangguk, lalu dia memeriksa pintu tersebut. Dia mendorong, menarik, memukul, dan menendang pintu itu, berusaha menjebolnya dari engselnya. Namun pintu itu tidak bergerak sedikitpun.”

”Tapi dia kan orang terkuat di dunia!”

”Itu memang sangat membingungkan” jawab neneknya. ”Selama empat hari dan empat malam, Braum duduk di atas batu, mencoba memikirkan solusi. Bagaimanapun nyawa seorang anak dipertaruhkan di sini.

”Kemudian, saat matahari terbit di hari kelima, matanya terbuka dan senyum lebar menghiasi wajahnya. Jika aku tidak bisa masuk melalui pintu’ katanya, maka aku harus masuk lewat -”

Sang gadis berpikir; matanya pun langsung melotot. ”- lewat dalam gunung!”

”Benar dari dalam gunung. Braum pun bergegas ke puncak dan mulai membuat terowongan sendiri dengan pukulan dari kepalan tangannya. Dia terus menghantam bebatuan, memukuli tembok batu, kepalan demi kepalan. Sedikit demi sedikit gunung itu pun tertembus dan dia tidak terlihat lagi saat dia berhasil masuk ke dalam gunung.

”Saat harapan penduduk desa hampir hilang seluruhnya, tiba-tiba bebatuan di sekitar pintu itu berguncang – dan saat kabut debunya menghilang, mereka melihat Braum berdiri di atas tumpukan harta dengan menggendong anak Troll yang lemah namun bahagia itu di tangannya.”

”Aku tahu dia pasti dapat melakukannya!”

”Namun sebelum mereka sempat bersorak-sorai, tempat itu mulai berguncang. Terowongan yang Braum buat telah melemahkan bagian atas gunung dan gua itu mulai longsor! Dia harus berpikir cepat! Braum pun segera mengambil pintu sihir itu dan mengangkatnya ke atas seperti perisai. Saat longsornya berakhir, Braum terkejut saat pintu itu tidak tergores sedikitpun! Braum pun menyadari bahwa itu adalah benda yang istimewa.

”Dan sejak saat itu, perisai ajaib itu tidak pernah terpisahkan dari Braum.”

Sang gadis duduk dengan tegak. Dia tidak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Neneknya menunggu. Dia pun menghela nafas dan bangkit untuk pergi.

”Nek” panggil sang gadis menghentikan langkah neneknya ”ayo ceritakan kisah lainnya.”

”Besok ya.” Neneknya tersenyum. Dia pun mencium keningnya dan meniup lilin di samping tempat tidurnya. ”Sekarang kamu perlu tidur, masih banyak lagi cerita lainnya.”

Pyke League Of Legends

Pyke

Pyke

the Bloodharbor Ripper

Saat muda, Pyke memulai hidupnya seperti orang Bilgewater lainnya: di dermaga pemotongan ikan. Setiap harinya, makhluk mengerikan dari laut dalam dibawa ke sana. Dia dipekerjalam di distrik bernama Bloodharbor, bahkan ombak tidak cukup kuat untuk menghapus noda merah yang terus mengalir di lantai kayunya.

Dia menjadi cukup pandai dengan pekerjaan itu—baik dari segi pekerjaan sadisnyadan bayaran kecilnya. Terus-menerus, Pyke melihat kantung berat berisi emas diberikan pada kapten dan kru sebagai ganti bangkai besar yang mereka bawa telah dipotong-potong untuk dijual. Dia jadi ingin lebih dari sekedar beberapa koin di kantungnya, dan berhasil bergabung dengan kru sebuah kapal. Hanya beberapa individu yang berani berburu dengan cara tradisional Serpent Isles: melempar dirinya ke target untuk menusukkan dua pengait dengan tangan kosong, dan mulai memotong-motong makhluk itu ketika masih hidup. Pemberani dan sangat ahli dengan hal itu, Pyke tidak lama menjadi pelempar harupun terbaik yang bisa dibeli dengan koin Golden Kraken. Dia tahu daging hanya bernilai kecil dibandingkan organ tertentu dari monster besar yang lebih berbahaya … organ harus diambil saat segar.

Begantung kesulitan perburuannya, setiap monster laut memiliki harganya sendiri, dan ikan yang paling berharga dan dicari pembeli di Bilgewater adalah ikan Jaull. Dari giginya yang setajam silet, kelenjar Sapphilite yang tak ternilai harganya diinginkan di seluruh Runeterra untuk berbagai eksperimen sihir, dan sekantung kecil minyak biru menyala dapat membayar sebuah kapal dan krunya sepuluh kali. Tapi ketika berburu dengan kapten yang belum diuji barulah Pyke belajar kehidupan penuh darah dan isi perut itu akan membawanya ke mana.

Setelah beberapa hari berlayar, sebuah ikan Jaull besar terlihat, membuka mulutnya dan memperlihatkan beberapa baris kelenjar Sapphilite. Beberapa harpun bertali telah mengenai makhluk itu, meski makhluk itu jauh lebih besar dan tua dari ikan lainnya yang pernah dia temui, Pyke melompat ke dalam mulutnya tanpa ragu.

Saat dia ingin memulai tugasnya, sebuah getaran kuat terjadi di dalam mulut makhluk itu. Gelembung terlihat di permukaan laut, kulit ikan Jaull mulai menarik seluruh lambung kapal yang terikat. Sang Kapten marah, dan memutus ikatan tali Pyke. Hal terakhir yang dilihat pelempar harpoon yang malang itu sebelum mulut ikan itu tertutup adalah pandangan ngeri di wajah para krunya, saat mereka melihatnya ditelan hidup-hidup.

Tapi itu bukan akhir hidup Pyke.

Di kedalaman laut yang tidak diketahui itu, diremukan oleh tekanan yang begitu kuat, dan masih terjebak di dalam mulut ikan Jaull itu, dia membuka matanya lagi. Terdapat cahaya biru di segala arah, mungkin ribuan, dan mereka terlihat menontonnya. Gema sesuatu yang kuno dan misterius mengisi otaknya, memperlihatkan visi semua hal yang hilang darinya sementara orang lainnya menjadi gemuk.

Hasrat baru menguasai Pyke, satu untuk pembalasan dan ganjaran. Dia akan mengisi kedalaman laut dengan mayat mereka yang telah berbuat salah padanya.

Kembali di Bilgewater, awalnya tidak ada yang suka membunuh—untuk tempat yang berbahaya, ombak merah yang sesekali datang bukanlah hal baru. Tapi minggu menjadi bulan, dan sebuah pola mulai terlihat. Kapten dari berbagai kapal ditemukan telah disayat dan ditinggalkan hingga subuh. Penjaga bar berbisik itu dilakukan pembunuh supranatural, dia yang telah ditinggalkan di laut, dan sekarang kembali dengan kru kapal terkutuk bernama Terror. Dahulu sebuah tanda kehormatan dan kepopuleran yang diagungkan, kini pertanyaan “Kau kapten?” menjadi penyebab kewaspadaan.

Tidak lama kemudian sang Caulker juga, kemudian Kru pertama, pedagang, bangkir… benar, semua yang terlibat dengan bisnis rumah jagal di dermaga. Sebuah nama baru muncul di papan buruan: seribu koin Kraken untuk sang Bloodharbor Ripper yang terkenal.

Dipicu oleh kenangan mengerikan di bawah laut, Pyke telah berhasil melakukan hal yang sulit dilakukan banyak orang—menebar ketakutan di hati para pebisnis korup, pembunuh, dan bedebah lautan, meski tidak ada yang bisa menemukan kapal bernama Terror yang pernah berlabuh di Bilgewater.

Sebuah kota yang membanggakan dirinya dari memburu monster kini diburu oleh monster, dan Pyke tidak akan berhenti.

Kisah Tentang Pyke

Mazier terlihat tergeletak di atas papan kayu yang telah membusuk, ombak bergemuruh di bawah batu. Detak jantungnya yang lambat memompa darah menuju air laut. Dia memandang, tanpa mengedip, ke sebuah gubuk di atasnya, dan bintang-bintang di atas langit.

Pyke melihat wajah wanita itu sekali lagi. Tatapan kosong Mazier menusuk pikirannya.

Sebuah kapal yang rusak. Empat tuan dan layar yang sobek. Ombak setinggi gunung.

Rambut panjang yang beterbangan oleh angin laut. Lusinan wajah di sebuah dek. Menatap. Mata biru. Mata biru Mazier, terbelalak dengan keterkejutan.

Kemudian, gigi.

Bukan gigi putih Mazier. Tapi gigi besar sebesar pedang. Berenang menyilang di bawah perahu. Cahaya hilang. Menutup. Di dalam mulut Jaull. Tali ikatan. Dipotong.

Lidahnya terlalu licih. Matanya perih terkena keringat. Jari-jari tangannya mati rasa. Harus pergi ke perairan terbuka. Berenang, berenang…

Gigi ikan Jaull itu tertutup rapat. Kemudian rasa sakit. Kegelapan.

Kapalnya telah hilang. Begitu pula mata itu.

Mata Mazier.

Seorang pelaut yang hebat. Aye. Dia ada di sana. Dia memotong taliku.

Pyke menyentuh tubuh itu dengan sepatu botnya, sambil memandang ke bawah. Dia mendorongnya hingga mencapai ujung dermaga. Satu tendangan lagi, dan Mazier mengapung. Para ikan hiu langsung berpesta. Berputar. Menganga. Lautan tidak membuang waktu.

Burung camar berbunyi, jeritan mereka terbawa angin, saat Pyke menemukan Mazier sang pelaut itu di daftarnya. Tinta merah dicoret melintang di atas namanya dari sebuah kertas.

Nama terakhir dari para kru kapal Terror.

Selesai. Tidak ada nama lagi, hanya coretan merah. Darimana kudapat semua tinta ini…?

Pyke merasakan sesuatu. Gelisah, bingung, dan tidak puas. Suara gemuruh dari dalam perutnya. Dia belum selesai. Mereka ada terlalu banyak di sana, di dermaga itu. Mungkin dia salang mengingat. Mungkin itu tidak penting.

Mereka membiarkanku mati. Begitu banyak tangan. Begitu banyak waktu.

Suara lain. Bukan camar. Bukan ombak. Bukan gigi yang menutup. Bukan suara dari dalam pikirannya yang berteriak “Kau belum selesai!” suara it uterus berulang-ulang. Bukan music yang dia ingat dari kota berenang itu, bertahun-tahun lalu.

Itu suara baru. Suara sungguhan. Sebuah suara dari sana .

Pyke melihat dengan mata hidupnya, dan melihat tangga kayu di bawah sepatu bot besarnya. Pria besar, sedang berjalan menuju kapal bobrok.

Dia berhenti ketika melihar semua darah itu. Tangannya masuk ke dalam jaket, mengeluarkan senapan Flintlock, dan mendekatkan selongsong pistol itu dekat dengan dadanya. Siap menembak. Seperti orang bodoh.

Pyke melangkah ke dalam cahaya bulan. Pria itu terlihat seperti melihat hantu. Kulit di sekitar mulutnya mengencang melebihi kantung uang penjaga bank di dermaga. Matanya terbelalak dan gemetaran, seperti ubur-ubur, seperti air tenang yang terkena hembusan angin.

“Siapa itu?” teriaknya.

Mendekatlaht.

Senjata Fintlock itu diarahkan ke kepala Pyke. Kemudian suara ledakan itu terdengar. Tembakannya memang terjadi, tapi hanya mengenai kayu karena Pyke sudah bukan manusia.

Dia berada di dalam kabut.

Dia melebur, berubah menjadi garam dan tetesan air—dia berubah menjadi kabut halus. Dia mendengar mereka memanggilnya Phantasm. Mereka hampir benar.

Pria berbadan besar itu mengisi senapannya. Keringat berkumpul di dahi keriputnya.

Dalam beberapa detik itu, Pyke telah berada di sekelilingnya, di antaranya , di antara udara, dia memperhatikan pria itu. Mata yang ketakutan, mata cokelat. Janggutnya sangat kusut dan berwarna putih. Rahangnya menurun, hidungnya bengkok, bibirnya retak, daun telinganya terlihat aneh akibat begitu sering terlibat perkelahan di bar.

Dia terlihat seperti seorang kapten.

Pria itu begitu ketakutan. Teror ini selalu berhasil.

Aromanya seperti seorang kapten.

Pyke harus yakin. Dia membentuk wujud padat—dia sejak dahulu adalah pria besar, tapi kini dengan mata menyala yang diberikan laut, dia merasa lebih besar. Katakan namamu , gumamnya.

Pria itu tidak menyangka seseorang bisa muncul di belakangnya. Tidak ada yang menyangkanya. Mungkin terjadi dalam kisah atau cerita yang terdengar di bar. Tapi kenyataannya, semua orang langsung ketakutan dan wajahnya menjadi pucat, dan kapten berbadan besar ini tidak terkecuali. Dia terpeleset oleh sepatu botnya sendiri, dan berguling ke bawah tangga.

Pyke melangkah perlahan-lahan. Sebuah kapal Galleon Noxus sedang berlabuh di dermaga. Kapal pedagang, atau kapal pengkhianat ? Apa ada bedanya? Sepertinya tidak.

Kau punya waktu hingga aku mencapai dasar anak tangga ini untuk menceritakan yang kau ketahui.

Pria itu ketakutan, angin meniup layar kapal lain. Ikan di atas tanah. Tangan besar meraihnya.

Aku ingat siapa kau…

Dia terus melangkah.

Tangan putih menggenggam rel di dek itu…

Dia melangkah lagi.

Pria itu berusaha berdiri, tapi lututnya salah posisi.

Dia melangkah lagi.

Kau hanya menonton.

Dia melangkah lagi. Makan malam semakin dekat.

Kau hanya tersenyum.

Kini air mata terlihat menetes. “Kumohon… aku tidak tahu apa yang kau bicarakan…”

Dia melangkah lagi.

Namamu. Sekarang.

“Beke! Beke Nidd!”

Pyke terdiam untuk melihat kertas catatannya, hanya tersissa satu langkah lagi. Semua tanda merah itu. Semaua nama yang dicoret.

Itu dia. Beke Nidd. Midshipman.

Belum dicoret. Jelas sekali. Pasti kertasnya terlipat.

Beke Nidd. Ya, Aku ingat siapa kau. Kau ada di sana.

“Aku belum pernah melihatmu! Ini malam pertamaku di Bilge—”

Orang-orang tak bisa berbohong ketika ada pengait besar yang diarahkan ke pipinya. Mereka tidak bisa memohon atau memberikan fakta yang tidak merek miliki.

Alat yang bagus, buatan si tukang cukur ini. Dibuat dari tulang hiu yang ditempa ini. Lebih kuat dari baja. Dapat menusuk lebih baik, memotong tulang dan daging. Bergerak-gerak hanya akan menusukkannya lebih dalam, saat Beke memahaminya. Matanya terlalu ketakutan.

Mata itu menusuk pikiran Pyke.

Kenangan itu bangkit seperti air pasang, dan dia membukanya agar air bisa masuk, menenggelamkan Beke dengan permohonan kosongnya.

Sebuah kapal besar. Empat tuan dengan layar sobek. Ombak setinggi gunung.

Janggut kusutnya teriup angin laut. Lusinan wajah di dek. Menonton. Mata cokelat. Mata Beke Nidd berwarna cokelat, terbelalak dengan ketakutan besar.

Kemudian, gigi.